Ahmad Redi: Negara Bakal ‘Buntung’ Lagi Setelah Beli Saham Freeport Melalui Inalum

oleh
Tambang Freeport. foto/net

URBANNEWS.ID – Pemerintah akan menghadapi permasalahan terkait dengan sengkarut produksi PT Freeport Indonesia (PTFI). Pasalnya akan terjadi penurunan produksi pada tahun-tahun awal pascadivestasi berhasil dilakukan. Turunnya Produksi PTFI bahkan diperkirakan akan turun drastis di tahun 2019 dan tahun 2020 mendatang.

Apalagi Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pada tahun 2019 dan 2020 PTFI juga tidak akan membayar dividen. Ini karena produksi mengalami penurunan lantaran peralihan tambang dari tambang terbuka menjadi tambang bawah tanah.

“Lihat bottom line aja kita nggak bagi dividen, selama dua tahun. Nah pada tahun 2021 mulai ada sedikit, 2022 mulai agak besar 2023 matang,” katanya di Jakarta (9/1/2019) lalu.

Baca Juga  Diperiksa KPK sebagai Tersangka, Sofyan Basir Pilih Bungkam

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Energi Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi mengatakan selama ini langkah divestasi pemerintah terkesan dipaksakan. Sebab tidak melalui langkah detail yang mumpuni, mulai dari kajian hukum, ekonomi hingga lingkungan.

“Pertama, semenjak awal langkah divestasi ini cenderung terkesan dipaksakan. Tanpa ada kajian hukum, ekonomi, sosial, lingkungan yang mumpuni. Risiko yang kasat mata dan merugikan kepentingan nasional, seakan tidak dihiraukan oleh Pemerintah,” ujar Ahmad Redi saat dihubungi akhir pekan ini.

Ahmad Redi menambahkan tidak dibayarkannya dividen PTFI tersebut diprediksi bakal menganggu kinerja keuangan PT Inalum. Terlebih Inalum sedang mendapatkan beban untuk membayar utang karena sebelumnya sudah melalukan global bond.

“Kedua, dividen yang tidak terbayar ini akan mengganggu kinerja keuangan Inalum yang untuk membeli saham Freeport melakukan global bond. Utang ini tentu harus dibayar, di sisi lain tidak ada pemasukan bagi Inalum dari dividen,” tambah dia.

Baca Juga  Dikotomi Berpikir yang Menyesatkan

Di sisi lain sebagai pemegang saham mayoritas pascadivestasi langkah-langkah investasi dan proyek pembangunan tambang bawah tanah hingga pembangunan smelter akan menjadi tanggungjawab Inalum.

Ini karena penambangan bawah tanah membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Jika Inalum tidak memiliki cukup dana untuk mengcover hal tersebut maka siap-siap negara kembali dirugikan.

“Kewajiban Freeport seperti smelter, proyek underground mining, dan lingkungan pun menyeret Inalum sebagai pemegang saham mayoritas untuk ikut bertanggungjawab. Ini tentu memerlukan pembiayaan. Ini menjadi bukti bahwa siap-siap negara buntung kembali,” pungkasnya.(ucnews.id)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.