URBANNEWS.ID – Berbagai permasalahan belakangan mendera PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sumber urbannews.id di pemerintahan, kemarin membeberkan lima masalah pokok yang dihadapi PLN. Menurutnya, masalah PLN mencakup beberapa aspek. Berikut pemaparannya.
1. Organisasi
Pembengkakan organisasi dari semula 8 Direksi menjadi 12 Direksi dengan menghilangkan Direktur Pembangkit, Direktur Transmisi dan Distribusi. Namun, ada penambahan Direksi yang cukup banyak dengan memecah Direktur Pengadaan Strategis menjadi dua serta Direktur Bisnis Regional menjadi 6 (Jawa Barat/DKI, Jawa Tengah/DIY, Jawa Timur/Bali/NTB/NTT, Sumatera, Kalimantan/Sulawesi, Maluku/Papua).
Hapusnya Direktur Pembangkit masih bisa ditangani oleh Direktur Bisnis Regional, tetapi hilangnya Direktur Transmisi dan Pembangkitan berakibat fatal mengingat sistem transmisi dan distribusi PLN saling terhubung antar wilayah, bukan berbasis “mandiri” per Pulau seperti di Batam.
Pembengkakan organisasi ini juga menambah inefisiensi PLN di samping standarisasi menjadi mengendor karena setiap regional akhirnya seperti kerajaan sendiri-sendiri.
2. Masalah Espit d’Corp
Selama ini PLN merupakan kebanggaan keberhasilan alumi elektro arus kuat khususnya dari ITB, UI, UGM dan ITS. Hampir 5 tahun ini, keahlian mereka seperti tidak dianggap lagi dengan penonjolan sosok ahli keuangan dan perbankan yang menjadi Dirut dan Direktur Keuangan. Ini masalah ego profesi, spirit korps serta kesempatan berkarir bagi mereka yang dari awal sudah merintis karier di PLN.
Ini bukan berarti bahwa kejadian blackout yang lalu ada kesengajaan atau sabotase, tetapi justru terlihat ketika proses recovery yang membutuhkan waktu terlalu lama disebabkan antara lain adanya keengganan dari para pekerja inti yang justru ahli listrik untuk melakukannya dengan sepenuh hati, atau mereka melakukan pekerjaan tersebut dengan setengah hati.
3. Masalah ‘Poles’ Keuangan.
Seperti halnya Garuda, laporan keuangan PLN tahun 2018 juga ‘dipoles’ dengan memasukkan discount PGN sebagai pendapatan (sekitar Rp 6 triliun). PGN sendiri tidak mengakui sebagai hutang karena itu sifatnya discount jika gas dan pipanya tetap dibeli atau dipakai oleh PLN. Akibatnya, PLN tahun 2018 kelihatan mendapat laba cukup besar, yang sebenarnya tidak demikian sehingga uangnya tidak ada, padahal harus tetap memberikan tantiem yang besar kepada Direksi dan Komisaris serta membayar insentif dan bonus cukup besar kepada para pekerja. Dengan demikian, Direktur Utama ke depan menghadapi masalah yang lebih komplek baik aspek finansial maupun aspek operasional.
4. Inefisiensi Tinggi.
Harga listrik di Indonesia sudah cukup tinggi dibandingkan dengan harga listrik negara-negara ASEAN, termasuk Singapura. Padahal kita banyak menggunakan batubara yg sebenarnya sangat murah, dibanding Singapura dengan 100% gas. Hal ini menunjukkan masih terjadinya inefisiensi yang tinggi di PLN baik karena organisasi yang membengkak serta operasional lain termasuk pembangkitan, transimisi maupun distribusi. Juga masih cukup tingginya tingkat kebocoran daya yang terjadi.
5. Diversifikasi Sumber Energi.
PLN terlalu fokus pada penggunaan bahan bakar yang murah untuk pembangkit sehingga terlalu bertumpu pada batubara dan hal ini berdampak pada kesehatan lingkungan yang turun (polusi tinggi) serta program diversifikasi sumber energi yang tidak berjalan dengan baik. Tentu saja hal seperti ini harus segera diatasi terutama di kota-kota besar seperti di Jakarta yang tingkat polusinya sudah terparah di dunia.
Atas lima aspek permasalahan di atas, sumber urbannews.id ini menyarankan solusi sebagai berikut.
1. Hidupkan kembali Direktur Transmisi dan Distribusi.
Selama pola transmisi dan distribusi masih seperti sekarang ini dimana masih perlu keseimbangan beban antar wilayah/regional, maka masih diperlukan keberadaan Direktur Pembangkit serta Direktur Transmisi dan Distribusi. Direktur Wilayah (Regional) dapat dikurangi menjadi hanya 2 (Jawa dan Luar Jawa) atau dihapus semuanya dan kembali seperti semula sebagai GM/CEO Regional.
2. Simulasi dan Computerized Distribusi Beban.
PLN secara bisnis dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu Pembangkitan, Transmisi dan Distribusi/Pemasaran. Oleh karena itu, secara teknis PLN dapat men-set berapa service level atau availability factor yang diinginkan, 95% atau bahkan 100% dengan prinsip redundant dan saling menunjang antar pembangkit melalui transmisi yang interkoneksi. Yang diperlukan oleh PLN adalah adanya sistem komputerisasi pengendalian terpusat dengan kemampuan simulasi dan solusi untuk berbagai kondisi, dikenal sebagai RAE (Regular, Alternative & Emergency). Pada setiap kondisi baik normal (Reguler), adanya gangguan sebagian pembangkit dan atau transmisi (Alternative), serta gangguan besar (Emergency), sudah ada simulasi dan solusinya.
3. Keseimbangan Sumberdaya Internal Vs Eksternal.
Perlu ada kejelasan karir bagi pekerja PLN asli dengan tetap membuka peluang adanya orang luar yang masuk untuk memperkaya budaya kerja yang ada, namun tetap prioritas pada pekerja internal sepanjang tersedia. Sesekali perlu masuk orang luar dengan kemampuan melihat dari paradigma lain sehingga memberikan ruang perbaikan dan inovasi yang lebih luas. Intinya adalah tetap menghargai profesi keahlian teknik elektro sebagai pilar utama PLN.
4. Efisiensi Secara Menyeluruh.
Masih terdapat ruang yang cukup besar bagi PLN untuk melakukan efisiensi secara menyeluruh tanpa mengorbankan aspek layanan termasuk pemeliharaan mengingat tarif listrik PLN sudah cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya.
5. Diversifikasi Energi.
PLN harus harus lebih fokus dan lebih banyak menggunakan sumber energi baru dan terbarukan namun tetap dalam kerangka biaya yang lebih efisien. Penggunaan tenaga air (PLTA dan Micro-hydro) serta nuklir berbasis fusi dingin akan jauh lebih ramah lingkungan, lebih efisien dan aman sepanjang digunakan teknologi yang tepat.
6. Pengembangan Usaha Baru.
Banyak potensi bisnis baru sebagai revenue PLN yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan revenue dan laba perusahaan antara lain transmisi data menggunakan jaringan listrik yang sudah jelas menjangkau perkantoran, industri dan rumah tangga, termasuk penyediaan sambungan internet dan televisi/ hiburan berbayar tanpa harus investasi tambahan.(hen)