Sahala Lumban Gaol Masih Bungkam soal Dugaan Aliran Uang Rp 1,4 Triliun dari Pertamina ke Proyek Kereta Cepat

oleh
uc?export=view&id=1XoAZofE86E73V4juHEebg1t IH0tSXC
Rini Soemarno dan Sahala Lumban Gaol. foto/net

URBANNEWS.ID – Komisaris PT Pertamina, Sahala Lumban Gaol hingga Rabu (13/2/2019) masih bungkam terkait aliran uang Rp 1,4 Triliun dari PT Pertamina ke PT Wijaya Karya melalui PT Patra Jasa pertengahan 2017 silam.

Sahala awalnya sempat menyatakan akan memberikan keterangan untuk menjawab konfirmasi urbannews.id. “Saya ingin kita bertemu dan saya upayakan teman komisaris dapat juga hadir dalam pertemuan tersebut. Mudah mudahan minggu depan,” ujar Sahala kepada urbannews.id, 26 Januari 2019 lalu sambil menyebutkan bahwa dia meneruskan pesan tersebut kepada Dewan Komisaris Pertamina, Direksi Pertamina dan Direksi Patra Jasa.

Namun, hingga berita ini dilaporkan, tak ada kabar lebih lanjut dari Sahala maupun pihak Pertamina, Patra Jasa maupun Wijaya Karya. Beberapa kali dikonfirmasi ulang, Sahala hanya mengatakan belum ada kabar dari para jajaran komisaris dan direksi untuk memberikan jawaban konfirmasi urbannews.id.

Anehnya, Sahala berkali-kali malah menolak ketika diminta konfirmasi tertulis saja dan tidak mesti ada pertemuan dengan urbannews.id.

Sebagaimana diketahui, bahwa Pertamina sebagai BUMN merupakan lembaga publik, sebab keuangan perusahaan tersebut berasal dari uang negara. 

Terkait aliran uang Rp 1,4 Triliun tersebut, diberitakan sebelumnya, Posisi Sahala Lumban Gaol ketika menjabat sebagai Komisaris PT Pertamina saat terjadi kucuran uang Rp 1,4 Triliun dari Pertamina ke PT Patra Jasa pada tahun 2017, bersamaan dengan posisi Sahala sebagai Chairman Perusahaan konsorsium pelat merah PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Konsorsium ini merupakan rekanan perusahaan China pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. 

Dilansir rappler.com pada 16 Oktober 2015, Sahala memberikan keterangan kepada pers sebagai Ketua Dewan Komisaris PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Ketika itu, Sahala membeberkan rencana pembangunan kereta cepat itu. 

Baca Juga  PPNS Kemenkumham 'Preteli' Perusahaan Berizin Menkominfo dan KPI serta Taat Bayar Pajak

Pada 20 Februari 2018, Sahala kembali mengeluarkan pernyataan yang dikutip cnbcindonesia.com soal kereta cepat. Kali ini, jabatan Sahala ditulis sebagai Chairman Perusahaan konsorsium pelat merah PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). 

Meski demikian, Sahala Lumban Gaol masih belum menjawab konfirmasi yang diajukan urbannews.id hingga Rabu (23/1/2019), terutama terkait posisinya sebagai pimpinan konsorsium kereta cepat dan sekaligus merangkap sebagai Komisaris PT Pertamina maupun sebagai staff khusus Menteri BUMN.

Sementara itu, Pengucuran duit triliunan Rupiah ke Patra Jasa itu, menurut keterangan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia, Yusri Usman, diperuntukkan bagi Patra Jasa membeli apartemen dari PT Wijaya Karya dan juga membeli kapal pesiar. 

Yusri membeberkan, Patra Jasa tidak pernah punya pengalaman mengelola apartemen dan kapal pesiar. 

PT Wijaya Karya sendiri di situs resmi mereka menyatakan bahwa mereka merupakan bagian dari Perusahaan konsorsium pelat merah PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). PT Wika terakhir menklaim sebagai pemegang 38% saham PSBI. 

“Uang Pertamina itu mengalir ke Patra Jasa, lalu ke Wika, yang kemudian kami yakini masuk ke proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, keberadaan Sahala Lumban Gaol diduga untuk memuluskan rencana itu” kata Yusri.

Hingga 20 Februari 2018, seperti dilansir detik.com, nilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sudah membengkak menjadi Rp 82 Triliun.

Dilansir rappler.com pada 16 Oktober 2015, proyek Kereta api super cepat Jakarta-Bandung dijadwalkan mulai dibangun pada 9 November 2015.

Baca Juga  Lieus 'Wagiman' Sungkharisma

“Kami optimistis proyek akan berjalan tepat waktu dan menguntungkan bagi kedua negara,” kata Dutabesar Tiongkok untuk Indonesia, Xie Feng, saat hadir di penandatanganan kesepakatan perusahaan patungan antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, konsorsium BUMN Tiongkok yang diwakili China Railways, di Hotel Pullman, Jakarta, Jumat, 16 Oktober 2015 silam. 

Kala itu terungkap pula, kerjasama dilakukan business-to-business, dengan skema pendanaan 25 persen dari modal PT Pilar Sinergi BUMN dan sisanya, 75 persen dari China Railways International dan China Development Bank.

Dalam rencana pembangunan proyek, termasuk di dalamnya adalah pengembangan kawasan wisata di areal Perkebunan Teh Nusantara VIII di Walini, Jawa Barat. 

Sebelumnya, pada 17 September 2015, rappler.com melansir bahwa perebutan proyek pembangunan kereta cepat antara Jepang dan Tiongkok telah selesai. Indonesia akhirnya menindaklanjuti rencana membangun kereta cepat ini dengan Tiongkok.

“Kami tindaklanjuti kembali, dan dibahas berbagai hal terkait kereta api cepat sehingga kita dapat selesaikan segera kesepakatannya, dan kereta api cepat tersebut dapat segera dibangun,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini Soemarno, Rabu malam, 17 September 2015.

Rini kala itu menyaksikan penandatanganan kesepakatan pinjaman tiga bank BUMN: Bank Mandiri, BNI, BRI dengan Bank Pembangunan Tiongkok (CDB) terkait proyek ini.

Proyek ini ditolak oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo karena kereta cepat yang rencananya akan menghubungkan Jakarta dengan Bandung ini, tidak akan bisa secepat yang diharapkan. Kendalanya adalah jarak antara stasiun yang pendek.

Namun Rini mengatakan proyek ini diteruskan dengan mekanisme business-to-business, tanpa jaminan atau pendampingan pemerintah, tidak juga menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Baca Juga  Derita Wartawan Pembongkar Korupsi BUMN Perkebunan dalam Jeratan Hukum

“Mereka bahkan setuju untuk ikut membangun stasiunnya, disertai alih teknologi. Sehingga karena ini dilakukan secara b-to-b, maka harus ada keuntungan yang kita dapat, termasuk alih teknologi,” tutur Rini.

“Terkait alih teknologi tersebut, Tiongkok sepakat untuk memberikan pelatihan kepada Indonesia, apakah ahli mereka ke Indonesia, atau kita mengirimkan tenaga ahli kita untuk belajar di Tiongkok.”

Rini memiliki alasan ekonomi kenapa dia sangat ingin membangun kereta cepat. Pertama, proyek itu bisa menyerap sekitar 40 ribu tenaga kerja. Yang kedua, kereta tersebut diharapkan mensejahterakan masyarakat di kota-kota di sepanjang jalur Jakarta-Bandung.

Pada 8 September 2015, Kepala Staf Presiden Teten Masduki juga memberi pernyataan tentang proyek ini. 

“Kalau yang kereta cepat, presiden putuskan bahwa itu bukan proyek pemerintah. Silakan dijadikan rencana bisnis BUMN. Jadi silakan pertimbangan ekonomi dan lainnya lebih ke B2B (business to business), jadi pemerintah tidak ikut campur,” kata Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Selasa 8 September 2015, seperti dilansir rappler.com.

Kala itu, Pemerintah sendiri masih menganggap kereta api cepat diperlukan. Tapi, anggaran negara lebih diprioritaskan untuk membangun kawasan luar Jawa. Akibatnya, proyek kereta cepat yang rencananya akan menghubungkan Jakarta dan Bandung urung dilaksanakan.

“Ya jadi karena Jakarta-Bandung kan sudah ada moda transportasi kereta biasa, jalan tol, jalan lama, jalan puncak, lewat sumedang ya kan,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Sofyan Djalil medio September 2015.(hen)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.