Makar dan Separatisme

oleh
DEMO PAPUA
Mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Massa aksi menuntut agar rasialisme terhadap rakyat Papua dihentikan dan menuntut pemerintah membuka kembali akses internet di Papua.foto/kompas.com

Oleh: Zeng Wei Jian

BELANDA dan Inggris via Australia main di Papua. Jadi duri dalam daging Indonesia.

Belakangan “Penumpang Gelap” back up Separatis Papua’s campaign. Mempermasalahkan Bendera Morning Star di depan Istana Merdeka. Mereka ikut-ikutan terlibat merongrong kedaulatan. Intermingled antara “Makar” dan “Separatisme”.

Free West Papua ingin memisahkan diri. Bukan kudeta merebut pemerintahan pusat. Karena itu, respon Rezim Jokowi pun beda.

Pasca World War II, sebuah era baru dimulai. Proses “decolonization” terjadi. Negara-negara baru berdiri. Dasarnya adalah teritorial peninggalan colonizers.

Arrangement ini disepakati. Malaysia tidak masuk wilayah NKRI karena koloni Inggris. Papua New Guinea masuk Class C League of Nations mandate karena koloni Jerman. Philiphina jadi negara sendiri karena Koloni Amerika.

Baca Juga  Didukung Hampir Seluruh DPD Partai Golkar, Azis Syamsuddin Yakin Airlangga Kembali Pimpin Partai Golkar

Sebelum expansi Inggris, tidak ada Kerajaan Lokal menguasai daerah di Timur Laut India. Wilayah itu dikuasai Inggris. Setelah decolonization, masuk teritori India.

Teritori Republik Tiongkok (before PRC) ditentukan sebagai Penerus Dinasti Qing dengan peta seluas 13,100,000 km2. Penetrasi USSR membuat Outer Mongolia dan Korea lepas. Namun usaha separatis Tibet dan Uighur ditumpas. Jadinya Peta Tiongkok sekarang hanya seluas 9,6 juta km2.

Teritori Indonesia sudah fix saat Jerman, Italia, Jepang dan Hungaria tanda-tangan treaty “spheres of influence” pada tanggal 27 September 1940. The Dutch East Indies fell into Japan’s sphere.

Dutch–Indonesian Round Table Conference menyepakati klausul: “The Kingdom of the Netherlands unconditionally and irrevocably transfers complete sovereignty over Indonesia to the Republic of the United States of Indonesia, and thus recognises the Republic of the United States of Indonesia as an independent and sovereign Nation.”

Baca Juga  Agun Gunandjar: Kita Terjebak Diskursus Politik Tak Bermanfaat

“Complete sovereignty” artinya dari Sabang sampai Mareuke. Jangan ditafsir macam-macam.

Timor Leste adalah Koloni Portugis. Bulan November 1975, Pemerintah Indonesia memutuskan menganeksasi Timor Timur untuk mencegah expansi komunis di Indonesia’s back yard.

Karena bukan Koloni Belanda, Fretelin Xanana Gusmao punya alibi merdeka. Tidak demikian ceritanya di masalah Papua.

“Self-determination” tidak bisa dijadikan pijakan Free West Papua Movement. “Self-determination” adalah konsep yang dimainkan Woodrow Wilson dan Vladimir Lenin sebagai alat legitimasi rebutan spheres of influence antara capitalis dan communist empires.

Indonesia bisa menggunakan alasan “Threat of Anarchy” dan “Self Defense” menumpas gerakan Separatis Papua.

Provokator rasis Tri Susanti sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Dana Otonomi Khusus besar sekali. Salah satunya buat biaya sekolah pemuda-pemudi Papua. Sayangnya di antara mereka ada yang terlibat Gerakan Anti Indonesia.

Baca Juga  KPK Telisik Aliran Duit Suap Proyek SPAM

Para Penumpang Gelap yang tempo hari menyelinap di Tubuh Relawan 02 sekarang gencar bully Pemerintah Indonesia dan Presiden Jokowi.

Dalam rangka mendelegitimasi Jokowi, mereka jadi Pro Separatis Papua. Jelas-jelas makar. Hati-hati. Para Patriot Indonesia yang bapak-bapaknya gugur di Papua mencatat.

There is a time when The Patriots would come to handle you free-rider bastards.***

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist