Mengapa Sibsidi Listrik 2020 Melonjak Tiga Kali Lipat dari Biasanya?

oleh
F8D3818A 5A4F 4DB6 956D A2DF5F181A0A
Ilustrasi kebijakan ketenagalistrikan.foto/swarasenayan.com

KEBETULAN saya memiki Laporan Statistik PLN tahun 2015 yang pada halaman 35 menyebut subsidi sebesar Rp 56,553 Triliun dan Laporan Tahun 2018 hal 35 yang menyebut subsidi Rp 48,102 Triliun. Sedangkan Laporan Statistik PLN 2019 sampai saat ini belum terbit.

Dari dua tahun laporan statistik PLN di atas, subsidi listrik ada trend penurunan subsidi sampai Rp 7 Triliun.

Namun dari RDP PLN dengan Komisi VII DPR RI  pada 17 Juni 2020 (yang sebelumnya ditandai oleh protes sekitar 80 ribu pelanggan, data dari Forum Kajian Umat) PLN menyatakan rugi Rp 38,88 Triliun pada kwartal pertama 2020 (Katadata.com, Kompas.com 15 Juni 2020). Disusul pernyataan Menkeu SMI pada seminar online di lingkungan IPB pada 1 Juli 2020 bahwa PLN memperoleh subsidi dari April sampai September 2020 sebesar Rp 61,8 T. Artinya sampai dengan September 2020 (atau selama 9 bulan) PLN mendapat subsidi Rp 38.88 triliun ditambah Rp 61,8 triliun atau Rp 100,68 Triliun. Artinya bisa diperkirakan kalau tiap kwartal tekornya sama dengan kemarin berarti sampai akhir tahun subsidi Pemerintah ke PLN akan sekitar Rp 140 Triliun atau tiga kali lipat dari biasanya! 

Baca Juga  Kejar-kejaran Sengit Hingga ke Tikungan Terakhir, Sam Lowes Akhirnya Rajai Moto2 Aragon

Pertanyaannya, mengapa bisa terjadi lonjakan subsidi listrik sedemikian besarnya?

Jawabnya adalah karena saat ini untuk kawasan Jawa-Bali operasional kelistrikan itu sudah dilakukan oleh swasta semuanya. Baik seluruh pembangkitnya (yaitu semua oleh pembangkit IPP) maupun bagian pemasaran (ritail) semua oleh swasta. Saat ini pengusaha pembangkit dan ritail ini telah membuat “konsorsium” atau Kartel listrik Jawa-Bali guna mengatur kepentingan bisnis bersama, di kalangan mereka. Saat ini PLN Jawa-Bali hanya sebagai pihak yang menyewakan jaringan Transmisi dan distribusi atau hanya “jaga tower” saja. Sehingga harga listrik sepenuhnya sudah ada di tangan Kartel listrik swasta itu. Dan Negara (DPR dan Pemerintah) sudah tidak bisa campur tangan dalam menentukan harga listrik.

Baca Juga  Lanal Dumai Kembali Tangkap Speed Boat Bermuatan 150 Kotak Miras Ilegal

Makanya untuk tahun ini berapapun harga listrik yang akan dijual Kartel tersebut ke konsumen, Pemerintah akan membelinya terlebih dulu. Dan PLN diminta menjual stroom tersebut ke konsumen atau rakyat dengan tarif biasa yang belum naik. Disinilah persoalannya mengapa kemudian Pemerintah terpaksa “merogoh kocek” meskipun sampai tiga kali lipat dari biasanya! Agar rakyat tidak berontak seperti di Kamerun tahun 2001.

Namun kondisi kelistrikan seperti ini yang di Luar negeri disebut sebagai “Multi Buyer and Multi Seller” (MBMS) System atau berlangsungnya mekanisme pasar bebas kelistrikan (karena semua sudah swasta), indikasinya sengaja ditutup-tutupi oleh PLN dan Pemerintah! Mungkin untuk menjaga “Citra” Pemerintahan! Apalagi ada platform NAWA CITA segala!

Baca Juga  Bupati Temanggung, Sejumlah Petinggi Partai Golkar dan Pengusaha Samin Tan Dijadwalkan Bersaksi Hari Ini terkait Kasus PLTU Riau 1

Namun sampai kapan subsidi listrik yang besar ini akan berlangsung? Karena sebenarnya hanya “menyenangkan” segelintir oknum pejabat atau mantan pejabat, oknum Parlemen, keamanan dan lainnya yang bergabung dalam Kartel atau Oligarkhi listrik swasta tersebut?

Karena uang subsidi yang ratusan triliun itu pasti dari hutang luar negeri dimana nanti pasti rakyat yang akan menanggungnya?

HARUS DILAWAN !

ALLOHUAKBAR !

MERDEKA !

JAKARTA, 6 JULI 2020

Ahmad Daryoko 

Koordinator INVEST

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.