Penguasa Pacific Rim

oleh
D4901145 BF64 4095 9A94 D1A6F1A0AB19
Samudera Pasific.foto/net

Oleh: Zeng Wei Jian

AHLI Geostragis (?) Profesor Hendrajit, luar biasa. Dari satu Buku “Lord of The Rim”, dia bisa “mengembangkan teori tersendiri”. Albert Einstein bahkan ngga mampu melakukan hal semacam ini. 

Buku Lord of The Rim By Sterling Seagrave mengatakan kunci sukses para taipan overseas adalah thick face an black heart.

Intinya Profesor Hendrajit ngga bisa membedakan terminologi Tiongkok, Tycoon dan Diaspora. Ketiganya dipukul rata dengan istilah “Cina”. 

Seperti banyak orang lain, Profesor Hendrajit taunya Tiongkok masih pegang Deng Xiao Ping Theory yaitu “socialism with Chinese characteristics”. 

Deng Xiao Ping merevisi Maoism yang bertumpu pada “socialist revolution in the agricultural pre-industrial society of China”. 

Baca Juga  Batalkan Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara: Hentikan Sepak Terjang Luhut Pandjaitan! (Bagian-2)

Salah satu variable dalam “Socialism with Chinese characteristics” itu adalah modernisasi, market economy dan memperkuat productive forces. 

Policy “One country, two systems” ngga ada kaitannya dengan Tycoon dan diaspora. Seperti yang disambung-sambungin Profesor Hendrajit. 

Policy itu adalah hasil kesepakatan Sino-British Joint Declaration terkait Hongkong dan Sino-Portuguese Joint Declaration terkait Macau. 

Sekarang masanya beda. Tiongkok mengadopsi “Xi Jinping Thought” yaitu “Socialism with Chinese Characteristics for a New Era”. 

Salah satu dari 14 policy dalam Xi Jinping Thought adalah “Establish a common destiny between Chinese people and other people around the world with a “peaceful international environment”.

Point ini serupa dengan philosophy Henry Ford yang berpikir mensejahterakan negara konsumen sehingga punya purchasing power membeli mobil-mobil Ford. 

Baca Juga  PGN Merugi Rp 3,81 Triliun, Suko Hartono Disebut-sebut Lobi Sekretaris Kementerian BUMN agar RUPS Ditunda, Ada Apa?

The fifth generation of Chinese Communist leaders sampai pada paradigma; Tiongkok hanya bisa sejahtera bila negara-negara di dunia lebih makmur. 

Sehingga negara-negara itu punya purchasing power menyerap barang sekaligus sanggup memproduksi kebutuhan Tiongkok. 

Atas dasar ini, Mega Project OBOR diinisiasi. Supaya mempermudah jalur distribusi barang. 

Pihak yang paling siap mengeksploitasi pasar Tiongkok yang terbuka adalah taipan. Di Asia Pasific Rim ironisnya diaspora Tionghoa berkuasa sebagai Invisible Economic Imperium. 

Padahal China open-door policy tidak bersifat rasis. Kalo ngga percaya tanya kepada Konglomerat Dahlan Iskan yang punya close-link dengan Beijing. 

Sebagai closing statements, Profesor Hendrajit menggunakan Sukarno, Pa Harto dan Kwik Kian Gie sebagai tameng pembenaran. 

Baca Juga  Tokoh Masyarakat Rohul Titip Pesan Agar DPRD Bisa Solid dan Sungguh-sungguh Emban Amanah

Sukarno tertekan kalangan radikal kanan. Setuju Program Benteng yang dipelopori Mr. Assaat dan Perdana Menteri Muhammad Natsir dari Masyumi. 

Mereka berpendapat pengusaha Tionghoa itu anasir asing. Sedangkan Siauw Giok Tjan dari Baperki keras menyatakan bahwa pengusaha Tionghoa adalah productive force yang harus dimanfaatkan untuk menyelesaikan Revolusi Indonesia. 

Menurut Benny G Setiono, penulis buku “Tionghoa Dalam Pusaran Politik”, program Benteng ini terkesan rasialis dan menjadi sumber korupsi. Kongkalikong antara pengusaha Pribumi dan Tionghoa disebut sebagai “Sistem Ali-Baba”.

Program Benteng dinyatakan gagal tahun 1957. Ekonomi Indonesia malah terpuruk hingga akhirnya membuat Sukarno tumbang.***

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist