Menteri ESDM dan Menkeu Harus Buka Surat IB Sujana dan Marie Muhammad Soal Status PI Rio Tinto

oleh


Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

URBANNEWS.ID – Langkah pemerintah mengambil alih 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui PT Inalum merupakan langkah tepat sesuai perintah konstitusi. Namun ada yang harus dicermati, valuasi saham Freeport ditenggarai bisa menimbulkan masalah hukum dikemudian hari. Karenanya, pemerintah diminta untuk mewaspadai ancaman tersebut.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menyebutkan, dari catatan nilai akuisisi, meskipun nilai 40 persen PI Rio Tinto sebesar 3,5 miliar dollar AS telah dibayarkan oleh PT Inalum, namun diprediksi tetap memunculkan masalah hukum berpotensi dugaan “mark up” dikemudian hari.

Merujuk taksiran perhitungan saham oleh Freeport Mac Moran Inc 10 persen senilai 1,6 miliar dollar AS (2041), kata Yusri, diketahui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 10 persen 630 juta dollar AS (2021), Inbreng 9,36 persen 550 juta dollar AS (2021) dan Menteri ESDM 40 persen PI senilai 4 miliar dollar AS dengan batasan valuasi 2041.

“Sebaliknya, berdasarkan harga Perticipating Interest 40 persen milik Rio Tinto dengan batasan valuasi hingga 2041 dilakukan oleh Morgan Stanley memberikan nilai 3,6 miliar dollar AS, DB 3.3 miliar dollar AS , HSBC 3,85 miliar dollar AS, UBS 4 miliar dollar AS dan RBC menilai 3.73 miliar dollar AS,” beber Yusri.

Valuasi yang dijadikan dasar PT Inalum menurutnya bisa menimbulkan potensi masalah hukum, mengingat atas dasar perhitungan valuasi PI Rio Tinto barbasiskan Kontrak Karya (KK) tahun 1991, meliputi valuasi potensi di blok A dan Blok B. “Padahal sangat jelas, surat yang dikeluarkan Kementerian ESDM dipimpin IB Sujana dan surat Menkeu Marie Muhammad beberapa tahun kemudian setelah KK ditanda tangani pada Desember 1991, bahwa PI Rio Tinto bukan ditujukan untuk Blok A,” ujarnya.

“Bisa jadi Pemerintah saat itu justru berpikir dengan visi ke depan. Rio Tinto secara tidak langsung diminta melakukan eksplorasi di Blok B, bukan di Blok A ” tegas Yusri di Jakarta, Selasa (25/12/2018).

Semestinya, imbuhnya, proses akusisi merujuk pada Surat Menteri Pertambangan dan Energi IB Sujana nomor 1826/05/M.SJ/19196 pada 29 April 1996 dan surat Menteri Keuangan Nomor S-176 /MK.04/1996 pada 1 April 1996 oleh Marie Muhammad kepada CEO Freeport Mc Moran.

Yusri memaparkan, di situ, tertulis jelas bahwa imbalan atas investasi sebesar 850 juta dollar AS tersebut ialah PT FIC akan mengalihkan 40 persen dari hak perusahaan RTZ yang akan didirikan di Indonesia. Itu tidak termasuk hak dan kewajiban yang ada pada tahap ekploitasi pada wilayah kontrak karya blok A.

Oleh karena itu, Yusri mendesak KPK agar segera menyita surat Menteri ESDM dan Menteri Keuangan yang diterbitkan tahun 1996 dari Menteri ESDM Jonan dan Menkeu Sri Mulyani agar status surat terang benderang tidak multi tafsir, apakah akusisi PI Rio Tinto oleh PT Inalum berpotensi merugikan negara atau tidak.(*)