Melahirkan Generasi yang Beradab

oleh

Oleh: Azis Syamsuddin

MEMBACA teks pidato dari bro Nadiem Makariem yang viral di media sosial beberapa hari belakangan, tidak hanya berhasil melambungkan imajinasi tentang arah masa depan generasi bangsa, tetapi juga sukses mendorong nostalgia akan memori zaman sekolah yang menyeruak masuk memenuhi pikiran. 

Samar-samar, namun cukup untuk menyadarkan penulis bahwa guru adalah salah satu sosok kunci yang berhasil mengantarkan kita semua, di titik di mana kita berdiri hari ini.

Guru adalah sosok vital dalam membentuk masa depan bangsa, sehebat apapun kurikulum pendidikan, akan sia-sia apabila guru sebagai ujung tombak yang tiap harinya bertemu siswa, tidak dapat mentransfer dan menanamkan nilai kepada siswanya. Harus ada kesadaran kolektif bahwa posisi Indonesia di mata global dalam 15-20 tahun ke depan sedang kita persiapkan dalam bangku-bangku sekolah dari Sabang sampai Merauke.

Menyiapkan generasi penerus tidaklah semudah memesan kopi pada aplikasi Gojek. Butuh kerja keras dan konsistensi dalam mendidik anak bangsa. Sama beratnya dengan menjaga konsistensi antara ucapan dengan perbuatan, sama susahnya dengan memegang teguh komitmen, adab dan prinsip dalam dunia perpolitikan Indonesia. Sesusah itu.

Oleh karena itu, sudah seharusnyalah kita berikan apresiasi setinggi-tingginya kepada guru-guru yang tidak hanya menghasilkan skrup-skrup pada roda kehidupan manusia, namun berhasil menjadi rahim bagi para penerus generasi bangsa, para penjaga marwah dan kehormatan bangsa di masa mendatang. Menjadi bidan yang mendorong lahirnya generasi yang siap menaikkan derajat Indonesia dari negara berkembang, menjadi negara maju.

Membumikan Pancasila

Seperti pernyataan yang sudah sering kita dengar, Indonesia tidak pernah dan tidak akan pernah kekurangan orang pintar, tetapi kita butuh lebih banyak orang yang baik dan berkarakter. Hal ini sejalan dengan apa yang sudah berulang kali bapak Presiden Jokowi dengungkan melalui revolusi mental, terlebih dalam butir ke-8 Nawacita dengan tindakan nyata melakukan revolusi karakter bangsa. 

Baca Juga  Komitmen PGN Kembangkan Bola Voli dan Balap Sepeda Berbuah Medali Emas di Sea Games Manila 2019

Pentingnya karakter manusia ini bahkan sudah didengungkan sejak abad ke-10 oleh Syekh Abdul Qadir Jaelani yang menyatakan “Aku lebih menghargai orang yang beradab, daripada orang yang berilmu. Jika hanya ilmu, iblispun lebih tinggi ilmunya daripada manusia”.

Di Indonesia, Pancasila adalah sebuah manifestasi gambaran ideal para pendiri bangsa. Oleh karena itu segenap bangsa Indonesia haruslah menjadikan Pancasila sebagai way of life atau pandangan hidup dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai inilah yang harus ditanamkan sejak dini kepada anak-anak Indonesia, untuk dapat dijadikan kompas kehidupan, agar 50 bahkan 100 tahun mendatang, Indonesia tidak kehilangan karakter dan jati dirinya.

Peran dan tanggung jawab membumikan Pancasila tentu bukan hanya tanggung jawab guru-guru SD hingga SMA, gerakan ini merupakan tanggung jawab bersama dan kita semua memiliki peran masing-masing untuk memastikan estafet prinsip kehidupan bangsa dapat dilanjutkan oleh generasi mendatang. 

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa setiap orang menjadi guru, dan setiap rumah menjadi sekolah. Setiap manusia bisa memberikan inspirasi dan pelajaran bagi manusia di sekitarnya, terlebih-lebih manusia yang menjadi public figure, manusia yang sedang berada dalam sorotan dan dikategorikan sebagai tokoh bangsa, manusia yang berada di atas “panggung”.

Baca Juga  Foopak Raih Penghargaan Produk Terbaik dari Environmental Leader dan Energy Manager Today

Lakon yang Beradab

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu tidak semua dapat naik ke atas panggung. Ada beberapa manusia yang diberi kesempatan untuk naik dan dapat kesempatan untuk berbuat dan menginspirasi manusia dalam scope yang lebih luas. Sudah barang tentu bagi yang sedang berada di atas panggung, memiliki tanggung jawab lebih, dibandingkan dengan yang duduk di kursi penonton. Jangan sampai lakon yang sedang berada di atas panggung tersilaukan dengan terangnya lampu sorot, atau gemuruh sorak sorai para penonton. Terbutakan dengan gemerlap duniawi, lupa untuk bersyukur, lupa bahwa akan tiba saatnya turun dari pentas, terlebih lupa akan perannya atas pendidikan karakter generasi penerus. la-in syakartum la-aziidannakum wala-in kafartum inna ‘adzaabii lasyadiidun (Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan tambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat pedih) – Q.S. Ibrahim ayat 7, haruslah dijadikan rujukan dan dipegang teguh bagi lakon yang berada di atas panggung.

Manusia sebagai makhluk yang dinamis akan selalu berkembang setiap harinya. Karakter tidak hanya dibentuk hanya dalam kelas-kelas di sekolah, tidak ada kata “lulus” dalam hal karakter manusia, dan juga tidak ada masa berlaku selayaknya SKCK di Kepolisian. 

Karakter dan kepribadian adalah nilai penting dalam kehidupan manusia. Karakter yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan perbuatan adalah hal yang akan terus diakumulasikan dan dinilai oleh manusia lainnya hingga jantung berhenti berdetak, untuk dapat ditarik kesimpulan dan penilaian akhir atas nama yang akan kita tinggalkan kelak.

Baca Juga  Baitul Mal Bank Muamalat Bantu 12 Masjid Terdampak Banjir di Konawe

Dalam hal karakter bangsa, sila ke-2 Pancasila yang berbunyi “Manusia yang adil dan beradab” haruslah dijadikan rujukan utama. Sifat ksatria, memegang teguh komitmen, dan mengutamakan kemaslahatan ummat dibanding kepentingan pribadi adalah sebagian dari sifat-sifat karakter manusia beradab. Pancasila adalah prinsip, jangan sampai kita terjebak sebatas pada rutinitas sosialiasi Pancasila, diskusi Pancasila, namun gagal mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada kehidupan sehari-hari, gagal menjadi manusia yang beradab.

Kekuasaan, posisi, dan jabatan haruslah diletakkan di bawah kepentingan bangsa dan negara. Kegaduhan yang ditimbulkan dalam perebutan jabatan haruslah sebisa mungkin dihindari agar tidak menghambat agenda-agenda besar yang sedang dikerjakan Pemerintah. 

Turbulensi politik tentu akan berdampak langsung pada akselerasi program-program dalam kabinet Indonesia Maju. Jokowi dan Prabowo sebagai tokoh sentral di Indonesia sudah berhasil mempertontonkan tauladan yang baik, bersifat kesatria, memegang teguh komitmen, dan meletakkan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi. 

Maka sudah seharusnyalah karakter beliau-beliau dapat dijadikan rujukan bagi lakon-lakon lainnya agar tidak terjebak pada birahi kekuasaan, tergoda untuk meneguk air laut.

Semoga pada Hari Guru ini, kita semua sadar akan peran dan tanggung jawab masing-masing. Meminjam istilah Dilan yang populer di kalangan millenial, sudah seharusnyalah manusia yang sedang berada di atas panggung, dapat menjadi teladan, dapat menjadi lakon dan karakter untuk digugu dan ditiru. Menginspirasi dan melahirkan generasi penerus yang tidak hanya pintar, namun juga beradab dan memegang teguh nilai Pancasila. Bismillah.***

*Penulis adalah Wakil Pimpinan DPR RI Bidang Korpolkam

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist