URBANNEWS.ID – Nuansa kepentingan pengusaha oligarki dari pada kepentingan nasional jangka panjang dalam menjaga ketahanan energi, sangat terasa tatkala menelisik draft final RUU Minerba dan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada kluster pertambangan yang sedang dalam proses pembahasan di DPR RI.
Demikian diutarakan Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman pada Focus Group Diacussion Online bertajuk ‘Sengkarut Perppu 1 Tahun 2020, RUU Omnibus Law dan RUU Minerba di Tengah Pandemik Corona’ yang digelar Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Minggu (19/4/2020).
“Batubara haruslah dijadikan komoditas energi untuk mendukung RUPTL 2018-2027, karena porsi batubara sebagai energi primer pembangkit listrik tenaga uap menempati porsi 62% dari bauran energi nasional. Kebutuhan batubara nasional pada tahun 2026 akan mencapai 160 juta metrik ton per tahun,” beber Yusri.
Presiden, kata Yusri, sebagai Ketua Dewan Energi Nasional haruslah memahami, bahwa dalam kebijakan RUEN, eksplotasi batubara dibatasi produksinya 400 juta metrik ton pertahun dan dikurangi secara bertahap. Namun realisasinya, ternyata mencapai 500 juta metrik ton pertahun.
“UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 sudah sangat ideologis dan mengakar pada konsitusi Pasal 33 UU 1945, tak ada kepentingan mendesak harus direvisi, seharusnya dalam membuat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ESDM dibuat jelas dan detail tehnis pelaksanaan yang tidak boleh bertentangan dengan UU diatasnya. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dari pejabat sektor minerba untuk dapat menjalankan kebijakannya sesuai UU Minerba,” ungkap Yusri.
Seharusnya, sambung Yusri, RUU Migas jauh lebih penting diselesaikan oleh DPR RI bersama Pemerintah dan DPD RI. Sebab, beberapa pasal dalam UU Nomor 22 tahun 2001 telah dibatalkan oleh Makamah Konstitusi pada 13 November 2012.
“Sehingga pada hari itu juga BP Migas dibubarkan. SKK Migas dibentuk hanya berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2013, posisinya sangat rapuh. Inilah yang seharusnya dipikirkan dan diprioritaskan oleh DPR dan Pemerintah dengan membuat RUU Migas,” beber Yusri.
Oleh kerena itu, sambung Yusri, DPR RI dan DPD RI serta Pemerintah haruslah peka dan peduli bahwa kepentingan nasional jauh lebih penting daripada kepentingan segelintir pengusaha.(hen)