LISTRIK itu gak beda dengan pecel lele. Saat pecel lele dimasak oleh Warteg harganya hanya Rp 20.000,- per porsi tetapi begitu harus dimasak restoran Asing maka harganya berbeda. Bisa mencapai Rp 70.000,- per porsi.
Kejadian diharuskannya Warteg minggir dan tidak boleh berjualan oleh Penguasa, dan selanjutnya pecel lele hanya boleh dimasak oleh restoran semacam Shanghai, Italy dan seterusnya, inilah yang disebut MBMS (Multi Buyer and Multi Seller) System di bidang pecel lele.
Nah, PLN saat ini bukannya terus nganggur, tetapi hanya kebagian nganter dagangan pecel lele tersebut ke pelanggan atau konsumen atau hanya seperti “tukang ojeg pengantar makanan” alias Go Food saja, gitu lho!
Kalau kemudian pelanggan protes, “lho harga pecel lele kok naik?” ya pasti tukang ojeg bingung (sebenarnya) karena tahunya cuma disuruh nganter saja! Tetapi karena si Tukang Ojeg ini adalah juga bagian dari Warteg yang harus tunduk sama penguasa, maka dia diminta menutupi kejadian yang sebenarnya, maka si ojeg beralasan bahwa bannya kempes di jalan, bensin habis, macet, dan seterusnya, sehingga tagihan naik!
Padahal kejadian yang sebenarnya adalah Warteg PLN yang dipaksa tidak beroperasi dan digantikan restoran Shanghai, Italy dan lain-lain sehingga harga pecel lele naik.
MBMS ini terjadi di kawasan Jawa-Bali. Kalau Luar Jawa listrik juga naik, karena selama ini Luar Jawa di berikan cross subsidy dari Jawa. Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuunn!
Harus dilawan melalui Class Action Penguasa yang melarang PLN menutup Wartegnya! Allahuakbar! Merdeka!
Jakarta, 1 Juli 2020
Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST