Simon Sembiring: UU Cipta Karya Kluster Minerba Terlalu ‘Genit’

oleh

URBANNEWS.ID – Mantan Dirjen Minerba Simon F Sembiring menilai UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI menimbulkan kesan kental adanya perampokan hak kepemilikan rakyat atas sumberdaya alam.

“Ini terkesan kental bahwa kebijakan RUU Omnibus final di Pasal 39 (hasil paripurna DPR RI) adanya perampokan hak kepemilikan rakyat atas sumber daya alam yang diwujudkan dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Karena royalty itu adalah perwujudan kewajiban pengusaha dalam bentuk uang untuk mentransfer kepemilikan rakyat atas minerba menjadi milik perusahaan yang menambangnya,” ungkap Simon dalam pernyataan tertulis yang diterima urbannews.id, Jumat (9/10/2020).

Jadi, kata Simon, kalau dikenakan  royalti 0 persen, meskipun alasannya untuk meningkatkan aktifitas hilirisasi, maka itu sama saja Pemerintah telah merampas nilai kepemilikan itu.

Baca Juga  Post-truth Politics

“Karena hampir seluruh negara di dunia yang memiliki minerba, mengenakan royalti. Iklim investasi sektor minerbanya menarik juga seperti Australia, Canada, USA, Amerika Latin dan Afrika. Daya tarik utama invstasi bidang minerba adalah potensi geologis atay ada tidaknya resource dan reserve, dan kemudahan perizinannya (eksplorasi dan eksploitasi). Sehingga Pasal ini sudah terlalu genit alias out of context,” ungkap inisiator UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 itu.

Menurut Simon, jika dianalogikan, seharusnya untuk menarik calon menantu mempersunting anak putri kita yang cantik dan sexy, cukup berpakaian rapih, bersih dan mengenakan parfum, dan bersikap sopan santun, sehingga bukan hanya kecantikannya yang terpancar, tapi kepribadiannya juga dirasakan sangat aduhai.

Baca Juga  Masuk Peringkat 5 Besar Perbankan Nasional, BSI Catat Pertumbuhan Tabungan 11,57 Persen

“Tidak perlu pula sang anak gadis kita itu nude. Ini namanya murahan, beda-beda tipis dengan menjual diri,” ungkap Simon.

Simon menduga, ada upaya memberi ‘karpet merah’ kepada yang existing pengusaha batubara yang sudah menikmati ‘untung gede’ selama puluhan tahun atau para taipan, yang seharusnya tidak perlu lagi diberi kemudahan berlebihan, sehingga terkesan tidak pernah jadi dewasa atau mature.

“Sebaiknya undang dan berikan insentif kepada investor baru untuk merubah batubara jadi cair atau gas, dan itu seharusnya tidak masuk disektor ESDM, akan tetapi sudah masuk di sektor industri atau manufaktur, sehingga tidak ada urusan dengan royalty minerba,” kata Simon.

Dijelaskan Simon, batubara tidak sama dengan crude oil. Karena batubara itu sudah bisa dimanfaatkan langsung untuk bahan bakar PLTU. 

Baca Juga  Pejabat Pertamina Sempat 'Ngeles', Kepala Dinas PKP2R Medan Akhirnya Benarkan SPBU Imam Bonjol Tak Punya IMB

“Jadi kalau mau dibuat gas dan cair bentuk lain, maka itu sudah urusan sektor indistri atau manufaktur, dan pasti tidak akan memungut royalti lagi,” ungkap Simon.

Hal seperti ini, kata Simon, banyak tidak disoroti oleh para pengamat karena lebih fokus pada ketenagakerjaan. 

“Padahal mungkin sektor lain juga ada yang out of context. Kita semua setuju dan mendukung agar prosedur dan tatacara yang menghambat iklim investasi haruslah dipermudah dan yang paling penting sebagus apapun suatu produk hukum, apabila tidak dilaksanakan secara konsisten dan penegakan hukumnya secara tegas, maka produk hukum itu akan menjadi macan ompong,” tutup Simon.(hen)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.