KPK Harus Sidik Informasi ICW soal Kejanggalan Pengadaan Alkes Covid 19 Senilai Rp 72,7 Triliun di Kemenkes

oleh

URBANNEWS.ID – Soal kejanggalan pengadaan alat kesehatan (Alkes) Covid 19, bukan rahasia lagi bagi kelompok pengusaha Alkes yang menyebabkan menculnya dugaan ‘pat gulipat’ anggaran Covid 19. Bisa terjadi kongkalikong antara oknum pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan pengusaha dan oknum ‘Politisi Senayan’ serta oknum aparat pengawal proyek tersebut, dan modusnya hampir sama dengan korupsi Bansos di Kemensos.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman kepada urbannews.id, Minggu (13/12/2020).

“Infonya setiap rekanan dipungut 30 persen hingga 40 persen dari nilai anggaran untuk pengadaan Alkes Covid 19 di Kemenkes, dan semua harus lunas di depan sebelum surat penunjukan diterbitkan pada perusahaan yang ditunjuk. Jadi, bagi oknum pejabat itu, soal ketentuan harus ada pengalaman sejenis untuk perusahaan, itu tidak perlu dan tak penting. Karena ada oknum pejabat di tingkat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenkes malah menyuruh perusahaan terpilih yang ditunjuk untuk membeli Alkes ke vendor atau importir yang sudah ditentukan juga oleh oknum PPK tersebut. Diduga dia dapat ‘dua nokang’, yaitu dapat ampao dari perusahaan yang dapat SPK atau SPJB dan dapat ampao juga dari vendor merangkap importir besar alkes yang menyiapkan semua kebutuhan Alkes tersebut,” beber Yusri.

Sehingga, kata Yusri, untuk pembuktiannya tak perlu harus dengan cara OTT, sangat mudah asal ada kemauan dan keseriusan KPK.

“KPK cukup minta bukti Alkes yang diserahkan oleh perusahaan itu kepada Kemenkes, maka apakah kualitasnya ‘KW 1’ atau ‘KW 3’ yang diserahkan. Selanjutnya minta bukti pembayaran atau bukti transfer yang asli dari setiap perusahaan tersebut untuk setiap pembelian Alkes Covid 19, yaitu dari semua perusahaan yg pernah mendapat SPK atau SPJB dari PPK Kemenkes,” beber Yusri.

Sebab, kata Yusri, bukti nilai transfer tak bisa direkayasa untuk sejumlah item Alkes yang telahdibeli oleh perusahaan tersebut, dan akan ketahuan berapa nilai yang sebenarnya beli barang Alkes itu, perkiraan saya paling mahal sekitar 50% dari nilai pagu anggaran atau Harga Perhitungan Sendiri (HPS) yang mereka bayar ke vendor atau importir Alkes.

“Infonya triliunan uang Covid 19 di Kemenkes ikut menguap juga akibat kongkalikong ini. Kemenkes mengelola dana Covid 19 senilai Rp 72,7 triliun pada anggaran tahun 2020,” kata Yusri.

Soal penyelidikan dan penyidikan dugaan kongkalingkong tersebut, Yusri mengaku tak ingin mengajari KPK.

“Kami tak perlu mengajar bebek berenang lah, KPK pasti jauh lebih tau apa yang terjadi dan bagaimana modusnya,” tutup Yusri.

Temuan ICW

Sementara itu, dilansir wowkeren.com 12 Desember 2020, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan adanya sejumlah kejanggalan pada pengadaan alat kesehatan di lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Disampaikan oleh Peneliti ICW Divisi Pelayanan dan Reformasi Birokrasi Dewi Anggraeni, kejanggalan ini bisa dilihat dari penyusunan rencana umum pengadaan (RUP).

Sedangkan kejanggalan lainnya adalah agenda belanja yang tidak dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa. Salah satu contohnya bisa dilihat pada 74 paket pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang dilakukan melalui penunjukan langsung.

Sebanyak 11 paket di antaranya melebihi ketentuan anggaran. “Ini terdapat di Sistem Informasi RUP (Sirup) LKPP Kemenkes. Jadi kalau Pengadaan langsung kan maksimal Rp 200 juta, ini melebihi dari itu,” kata Dewi dalam webinar, Jumat (11/12/2020).

Adapun pengadaan yang tidak sesuai dengan ketentuan adalah pemesanan bahan reagen COVID-19. Pemesanan ini dianggarkan masing-masing Rp 2 miliar dan Rp 600 juta. “Ini dilakukan Balai Besar Laboratorium Surabaya dengan ada dua kali pengadaan,” ucap Dewi.

Bukan hanya pada perencanaan, kejanggalan diduga juga terjadi pada pelaksanaan barang dan jasa. Dugaan ini berangkat dari banyaknya perusahaan yang terpilih secara langsung, sedangkan mereka tidak memiliki rekam jejak dalam pengadaan barang dan jasa sesuai yang dibutuhkan.

Misalnya pengadaan alat pelindung diri (APD) yang dilakukan oleh Satuan Kerja (Satker) Politeknik Kesehatan Kupang yang melibatkan CV Johan Agung. CV ini rupanya tidak memiliki pengalaman untuk mengikuti tender pengadaan alkes. Alih-alih bidang kesehatan, CV yang bersangkutan justru pernah terlibat dalam pengadaan perlengkapan gedung kantor dan buku koleksi perpustakaan SMP pada 2019 lalu. Hal ini diketahui usai ICW melakukan penelusuran.

Seharusnya, jika perusahaan ingin terlibat dalam tender pengadaan alkes maka sudah sewajarnya memiliki pengalaman di bidang serupa. “Harusnya mereka punya track record pengadaan sejenis kalau ingin pengadaan langsung,” tegas Dewi.

Contoh lainnya adalah PT Ziya Sunanda Indonesia. Perusahaan ini diduga memenangkan tender pengadaan bahan reagen COVID-19 namun sebenarnya lebih banyak mengikuti tender pembangunan jaringan dan kontraktor.(hen/wowkeren.com)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Professional Journalist