Penegak Hukum Harus Usut Siapa Petinggi Pertamina yang Dipecat Presiden

oleh

URBANNEWS.ID – Pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marives) Luhut Binsar Panjaitan pada Selasa (9/3/2021) di depan Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi Tehnologi BBPT 2021 soal adanya pejabat tinggi Pertamina yang baru dipecat langsung oleh Presiden, tentu mengejutkan dan menarik disimak lantaran telah menimbulkan spekulasi luas di ruang publik.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) kepada urbannews.id, Rabu (10/3/2021). 

“Meskipun Luhut tidak menyebut siapa nama pejabat yang dipecat itu, namun lebih lanjut dia menegaskan pejabat terkait dipecat lantaran persoalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Secara tegas dia katakan, Pertamina ngawurnya minta ampun, masak pipa tersebut sudah diproduksi di dalam negeri, tetapi malah diimpor juga,” ungkap Yusri.

Namun yang publik paham, lanjut Yusri, terakhir pada 15 Febuari 2021 Kementerian BUMN mendadak melakukan  RUPS luar biasa, yang memutuskan menganti Dirut PT Kilang Pertamina Indonesia (KPI) dari Igantius Telulembang ke Djoko Priyono, dan Dirut PT Pertamina Power Indonesia (PPI) dari Heru Setiawan ke Danif Danusaputro, serta mengangkat Dirut PT Pertamina Geothermal Indonesia Ahmad Yuniarto.

“Padahal saat itu, SVP Corporate Communication Pertamina & Investor Relation Pertamina Agus Supriyanto mengatakan bahwa pergantian yang dilakukan Kementerian BUMN adalah untuk mencapai target perseroan jangka pendek hingga jangka panjang, termasuk mencakup peningkatan kinerja dan memperluas portofolio bisnis Pertamina, anehnya keterangan Pertamina itu bertolak belakang dengan apa yang diucapkan oleh Menko Marives Luhut Binsar Panjaitan,” ulas Yusri.

Baca Juga  DPR Segera Terapkan E-Parliament, Azis Syamsuddin: Masukan Mahasiswa Jadi Acuan Memperkuat Parlemen

Jika pernyataan Menko Marives benar, lanjut Yusri, maka persoalan ini jadi serius dan tidak cukup dipecat saja. “Akan tetapi harus diusut tuntas sampai ke proses penegakan hukum, karena ternyata tindakan pejabat yang dipecat itu, selain telah melanggar aturan Pemerintah dan GCG Pertamina, dan dikatakan telah menyumbang defisit neraca transaksi berjalan yang berujung bisa berpotensi merusak perekonomian negara, yaitu ikut mematikan pertumbuhan industri pipa di dalam negeri,” lanjut Yusri.

Karena, lanjut Yusri, soal TKDN sudah diatur secara tegas oleh Peraturan Menteri ESDM nomor 15 tahun 2013 tentang Acuan Penggunaan Produksi Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 29 tahun 2017 tentang Tata Cara Perhitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri.

“Berdasarkan UU Migas Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan proyek di hulu migas di bawah pengendalian dan pengawasan SKK Migas, sedangkan proyek di hilir seperti pembangunan kilang Pertamina (RDMP atau Refinery Develoment Mega Project) dan PLTG Jawa 1 adalah di bawah pengawasan dan pengendalian Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM,” beber Yusri.

Baca Juga  PLN Amanahkan Urusan Payroll Gaji Pegawainya ke Bank Mandiri Syariah

Ironisnya, kata Yusri, Sekjen dan Dirjen Migas Kementerian ESDM merangkap jabatan sebagai anggota komisaris holding dan sub holding Pertamina. 

“Akibatnya bisa dibaca oleh publik mereka tak mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan hanya makan gaji buta. Artinya, sesuai pernyataan Menko Kemaritiman, bahwa hanya pejabat Pertamina yang ditindak, adalah kurang sempurna. Karena tugas pengendalian dan pengawasan juga harus ikut tanggung renteng atas kesalahan yang dilakukan pejabat Pertamina tersebut,” ulas Yusri.

Dijelaskan Yusri, hal itu mengingat pada 31 Agustus 2020 Pertamina oleh VP Corporate Communication Fajriah Usman telah merilis di berbagai media, bahwa sesuai data hasil evaluasi Badan Pengawas Pembangunan (BPKP) selama tiga tahun terakhir, yaitu sejak tahun 2017 sampai 2019, TKDN Pertamina sudah mencapai rata-rata 45,8 persen, dan realisasi tahun 2020 yang saat itu baru memasuki pertengahan tahun, TKDN Pertamina telah mencapai rata-rata 54 persen. “Validlah data ini?,” kata Yusri.

Oleh sebab itu, lanjut Yusri, agar publik tidak bingung dengan pernyataan Menko Marives di atas, seharusnya penegak hukum (KPK, Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri), segera menelisik mana yang benar antara informasi yang dirilis oleh Menko Marives dengan Pertamina.

Baca Juga  Pembiaran Ulah Kevin Kosasih Picu Rakyat Semakin Muak

“Bisa jadi, dari hasil investigasi penegak hukum yang profesional, banyak atasan pejabat tinggi Pertamina yang belum dipecat, harus dipecat juga,” beber Yusri.

Menurut Yusri, kondisi ini adalah persoalan serius, karena ketidak efisienan proyek RDMP Balikpapan itu bernilai sekitar USD 4 miliar atau setara Rp 57 triliun. “Ini akan mengakibatkan Biaya Pokok Produksi BBM akan semakin tinggi, ujungnya rakyat tak akan pernah menikmati harga BBM murah ketika harga minyak mentah pada posisi terendah,” tutup Yusri.

Bentuk tim khusus Kemenko Marives

Lebih lanjut, Yusri mengungkapkan, terkait dengan aspek TKDN, Menko Marives Luhut Binsar Panjaitan bisa membuat tim gabungan yang terdiri dari KPK, BPK dan Itjen Kementerian ESDM untuk menelisik semua pengadaan barang di bawah lembaga yang dikoordinirnya, seperti di SKK Migas, Pertamina dan PLN dan perusahaan tambang.

“Termasuk mengevaluasi penempatan anggota komisaris di holding dan sub holding Pertamina seharusnya yang punya rekam jejak baik, bukan hanya untuk menambah gaji dan membebani perusahaan saja,” ungkap Yusri.(hen)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist