Pertemuan G20 Sukses dan Membanggakan?

oleh
E9FB7B00 F840 418E AAE5 067004C85305
Iluustrasi G20

METRO TV dalam Siaran petangnya Kamis, 17 November 2022 menyampaikan bahwa penyelenggaraan G20 yang lalu dinilai sukses dan membanggakan! Menurut penulis penilaian demikian syah syah saja. Setiap orang juga berhak menyampaikan penilaian dari mind set masing-masing.

Boleh jadi penilaian Metro TV dititik beratkan pada gebyar fisik dan sosok tokoh dunia yang hadir seperti Joe Bidden, Xie Jin Ping, Macron, Erdogan, Truedue dan seterusnya. Namun kalau stand point penilaian mengacu ke hasil kesepakatan butir ketiga terkait Program Transisi Energi di Indonesia atau Energy Transition Mechanism (ETM) yang khusus diterapkan untuk Indonesia, menurut penulis, menimbulkan pertanyaan besar, mengapa?

Karena point ketiga mendorong Indonesia untuk mematikan seluruh pembangkit PLTU batubara, baik PLTU PLN maupun IPP dan diganti dengan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang indikasinya pasti Nuklir, mengingat daya besar ribuan MW yang dihasilkan dibanding pembangkit yang lain.

Dalam hal ini G7 lewat ADB memberi hutang ke Pemerintah RI sebesar USD 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun guna tranformasi energi di atas. Dan karena output program HSH PLN adalah ‘menyunat’ peran PLN pada pembangkit dan distribusi, termasuk ritail, maka otomatis pembangkit PLN setelah dimatikan tidak mungkin akan dihidupkan lagi meskipun ada dana miliaran dollar di atas!

Tegasnya, hutang luar negeri RI sebesar USD 20 miliar itu hanya khusus diberikan kepada pembangkit swasta IPP karena PLTU batubaranya ‘dibunuh’, yang harus diganti dengan pembangkit EBT yang baru yang semuanya memerlukan pendanaan, dan itu semua dianggap sebagai ganti ruginya! Atau dengan kata lain pembangkit IPP swasta hanya mau mengganti PLTU nya asal didanai oleh Pemerintah Indonesia!

Dengan demikian, selanjutnya Rakyat Indonesia berhak bertanya terkait pengelolaan sektor ketenagalistrikan yang semacam itu, apalagi karena:

  1. Telah terjadi unbundling vertikal atas PLN khususnya Jawa-Bali yang melanggar putusan MK No 001-021-022/PUU – I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan No 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016. Yaitu pembangkit mayoritas sudah IPP (PLN hanya 10%). Sedang ritail sudah dijual Dirut PLN Dahlan Iskan ke Taipan 9Naga mulai 2010.
  2. Sudah berlangsung Program HSH yang menegaskan PLN Jawa-Bali hanya akan urus Transmisi saja!
  3. Telah disiapkan RUU Power Wheeling System yang menegaskan bahwa Jawa-Bali akan diterapkan kompetisi penuh atau Multy Buyer and Multy Seller (MBMS) System yang melanggar putusan MK sebagaimana butir (1) diatas.

Maka dengan adanya hutang ke ADB sebesar USD 20 miliar untuk diberikan secara khusus ke Owner IPP, dari hasil Pertemuan G20, guna membangun pembangkit EBT. Terbukti Pemerintah telah mengabaikan keberadaan PLN dan Tujuan Kemerdekaan RI sebagaimana tertera pada Pembukaan UUD 1945.

Lagi pula hutang USD 20 miliar ini yang menikmati hanya para pengusaha IPP Aseng/Asing, termasuk kompradornya seperti Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir. Rakyat hanya kebagian bayar hutangnya kelak!

Artinya Rezim ini tidak berbeda dengan rezim-rezim sebelumnya bahkan lebih parah, karena tidak bisa membedakan mana yang lebih urgent mana yang tidak. Semua dibikin sama, atau sama rata sama rasa seperti komunis saja!

Kesimpulannya, dalam pertemuan G20 tersebut hanya Pemerintah RI yang berkomitmen untuk segera melakukan transisi energi. Sedangkan negara lain masih pasif.

Sehingga bisa ditengarai bahwa pentolan G20 ini sebenarnya sudah tahu kalau rezim ini pandir dan ugal-ugalan, dan mereka manfaatkan untuk pasang jebakan seperti di atas! Makin hancur saja Indonesiaku! Hanya satu kata! Lawan! Allohuakbar! Merdeka!***

Magelang, 18 November 2022
Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST