INVEST sebenarnya sudah curiga ketika Menteri BUMN Erick Tohir setelah dilantik sebagai Menteri BUMN, sesuai Majalah Tempo 14 Desember 2019, memerintahkan PLN untuk ‘minggir’ dari usaha pembangkitan dan agar digantikan listrik swasta Independent Power Producer (IPP) milik asing dan aseng, dan PLN agar konsentrasi di distribusi saja. Hal tersebut diulang lagi melalui kuliah umum di Hotel Richcarlton Jakarta pada akhir Februari 2020.
Mengapa INVEST curiga? Karena di distribusi pun retail PLN seluruh Indonesia sudah dijual oknum Dirut PLN ke perusahaannya (oknum mantan Dirut ini pengusaha juga) dan taoke berinitial TW.
Sehingga ibarat sebuah mobil, saat ini PLN telah dibegal di tengah jalan oleh oknum penguasa, dan sopirnya dibuang di tengah jalan dan kemudian dikemudikan oleh asing dan aseng, DI dan TW.
Dan mulai awal tahun 2020 ini kendaraan bernama PLN yang penumpangnya rakyat Indonesia yang tinggal di Jawa-Bali ini telah dikuasai dan dikemudikan oleh asing dan aseng serta oknum mantan Dirut PLN dan TW tadi.
Awalnya Si Begal ini ngomong ke penumpang (rakyat Indonesia) bahwa kalau kendaraan itu dia yang bawa, ongkosnya lebih murah.
Tetapi ternyata pada awal Mei 2020 mulai banyak penumpang (konsumen listrik Jawa-Bali) yang protes lewat Ombudsman bahwa ongkosnya naik rata-rata dua kali lipat!
Ombudsman pun tidak tahu kalau ‘mobil’ bernama PLN tersebut telah dibajak asing dan aseng serta DI dan TW. Maka Ombudsman pun komplain ke pemilik mobil tersebut yaitu Dirut PLN! Dan karena saking takutnya ke oknum menteri atasannya (yang mensponsori ‘pembajakan’ tersebut) sang Dirut PLN berkelit bahwa tarif naik karena ada Covid 19. Meskipun diralat lagi karena kesalahan hitung tagihan!
Perumpamaan diatas mudah-mudahan mudah dipahami konsumen atau rakyat Indonesia!
Intinya kelistrikan Jawa-Bali yang sudah matang ini (tinggal ngambil untungnya) mulai awal 2020 ini sudah dikuasai komplotan swasta asing dan aseng serta DI dan TW. Karena didukung oleh oknum penguasa.
Dan sesuai pengalaman ‘begal-membegal’ kelistrikan seperti ini yang terjadi di Kamerun dan Philipina, maka tarif listrik akan naik sekitar tiga hingga empat kali lipat sebelumnya. Kalau kita bayar listrik saat ini misal Rp 800 ribu perbulan, maka dipastikan tahun depan (2021) akan menjadi sekitar Rp 2,4 juta hingga Rp 3,5 juta.
Mengapa menjadi mahal? Karena kendaraan PLN tadi sudah dikemudikan oleh bukan negara lagi! Tetapi oleh oknum-oknum swasta yang dilindungi penguasa! Bahkan PLN pun akan dibubarkan, karena hanya menjadi perusahaan penjaga tower yang tidak bisa digunakan negara lagi untuk mengatur tarif seperti sebelummya!
Kemudian bagaimana cara menentukan tarif listrik? Tarif listrik akan ditentukan oleh para ‘pembajak’ tadi yang telah mengambil alih asset PLN (Transmisi, Distribusi, Retail dan bahkan ex kantor PLN). Para ‘pembajak’ listrik itu dengan restu oknum penguasa kelistrikan akan membuat ‘Kartel’ untuk menggantikan struktur organisasi PLN yang telah bubar!
Karena asset sudah dikuasai mereka, maka prakteknya (seperti yang sudah terjadi di Philipina dan Kamerun), Negara tidak bisa apa-apa lagi dan tarip suka-suka mereka (mekanisme pasar bebas atau liberal atau Multi Bayer Multi Seller System.
Makanya mumpung masih ada kesempatan, marilah kita cegah bersama-sama. Soalnya kalau terlambat tahun depan pasti melonjak empat kali lipat seperti Philipina!***
Jakarta, 27 Mei 2020
Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST