Program Subsidi Gaji Pekerja Jangan Cuma Basa-basi

oleh
D12F3B68 1D0E 4D3D AB09 816B20A704A9
Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat.foto/kspi.or.id

URBANNEWS.ID – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menyatakan mengapresiasi rencana Pemerintah yang akan menyiapkan anggaran Rp31 triliun sebagai bantuan langsung tunai (BLT) untuk 13,8 juta pekerja/buruh dengan gaji di bawah Rp5 juta.

BLT ini direncanakan untuk pekerja/buruh yang merupakan non-PNS dan non-BUMN aktif. Rencananya, Bantuan yang akan diterima sebesar Rp2,4 juta selama 4 bulan atau Rp600 ribu setiap bulannya.

“Namun ASPEK Indonesia memberikan beberapa catatan penting terhadap rencana Pemerintah ini, agar program BLT untuk pekerja bisa maksimal, tepat sasaran dan bukan sekedar basa-basi,” ungkap Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat yang diterima urbannews.id, Rabu (12/8/2020).

Mirah mengatakan, Pemerintah jangan hanya berpatokan pada data pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Alasannya karena masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Baca Juga  Sektor Ketenagalistrikan di Ujung 'Maut'!

“Kondisi ini masih terjadi di banyak perusahaan, antara lain di perusahaan yang mempekerjakan pekerja kontrak dan outsourcing yang melanggar Undang Undang Ketenagakerjaan,” ungkap Mirah.

Modusnya, lanjut Mirah, manajemen hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan atau tidak melaporkan gaji pekerja sesuai kenyataan.

“Solusinya, Pemerintah harus melibatkan serikat pekerja baik di tingkat perusahaan maupun di tingkat federasi/konfederasi, untuk melakukan pendataan pekerja, termasuk melibatkan Dinas Tenaga Kerja di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota,” ungkap Mirah.

Menurut Mirah, solusi lain untuk pendataan pekerja calon penerima BLT juga bisa diambil dari data peserta BPJS Kesehatan, khususnya peserta yang berstatus penerima bantuan iuran (PBI).

“Kemudian, jangan ada diskriminasi untuk pekerja di BUMN. Seharusnya pekerja BUMN juga punya hak yang sama untuk bisa mendapatkan BLT ini. Alasannya karena di lingkungan BUMN, termasuk di banyak anak perusahaan dan cucu perusahaan BUMN, masih banyak yang mempekerjakan pekerja kontrak dan outsourcing. Upah pekerjanya diduga hanya sebatas upah minimum atau di bawah Rp 5 juta,” kata Mirah.

Baca Juga  Paradoks Radikalisme

Selanjutnya, kata Mirah, pemerintah juga harus mencermati dan mengambil tindakan tegas atas praktek eksploitasi kerja berkedok pemagangan. Tenaga magang banyak dipakai di perusahaan dan tidak terlindungi hak-hak kesejahteraannya.

“Selain harus memberikan jaminan kepastian hubungan kerja dan hak normatif, maka terhadap tenaga kerja magang tersebut juga berhak atas BLT dimaksud,” lanjut Mirah.

Mirah juga mengatakan, dari alokasi dana Rp 700 triliun untuk penanggulangan Covid 19, maka dana sebesar Rp 31 triliun untuk BLT bagi pekerja tersebut, sebaiknya ditambah, baik dari jumlah nominal per bulan, maupun dari jangka waktu pemberian BLT.

“Alasannya untuk dapat meningkatkan daya beli pekerja di masa pandemi covid 19. Beban hidup masyarakat semakin berat akibat kenaikan tarif listrik, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kenaikan harga kebutuhan pokok termasuk biaya kuota internet untuk program pembelajaran jarak jauh. Selain itu juga karena para pekerja dan masyarakat telah membayar berbagai jenis pajak kepada Negara,” kata Mirah.

Baca Juga  Soal Keterangan Syahganda Nainggolan, Denny JA; Komen Ecek Ecek, Tak Usah Ditanggapi

Mirah Sumirat juga menegaskan perlunya memaksimalkan fungsi pengawasan di Kementerian Ketenagakerjaan, termasuk di tingkat Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memaksimalkan juga peran Lembaga Kerja Sama Tripartit sebagai “Desk Pengaduan” bagi pekerja.(hen)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.