Suko dan Achandra Datang, Laba PGN Terjun Bebas 87 Persen

oleh
A8B57BD6 5E62 4ABE A2F3 5F2FBB35A716
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman.

URBANNEWS.ID – Ternyata bukan hanya PT Pertamina (Persero) sebagai holding saja yang mengalami kerugian mencapai Rp 11,13 triliun pada perhitungan rugi laba di semester pertama tahun 2020. Hal yang sama juga dialami subholdingnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Sepanjang semester pertama tahun 2020 labanya anjlok mencapai 87,56 persen.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada urbannews.id, Sabtu (12/9/2020) di Jakarta.

“Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan pada Jumat 4 September 2020 oleh Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban, terungkap laba periode berjalan yang dapat didistribusikan kepada pemilik induk di semester pertama pada tahun 2020 hanya sebesar USD 6,72 juta atau sekitar Rp 97,5 miliar (kurs Rp 14.500/USD). Sementara pada periode yang sama pada tahun 2019, laba bersih tercatat USD 54,04 juta,” beber Yusri.

Menurut Yusri, meskipun Arie Kaban menyatakan bahwa kinerja keuangan PGAS pada semester pertama ini sangat dipengaruhi oleh triple down effect, yaitu akibat dampak pandemi Covid 19 terjadi penurunan konsumsi, disertai penurunan harga minyak dan gas dunia, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS, akan tetapi alasan itu tidak juga bisa dibenarkan semuanya.

Baca Juga  Pemerintah Dianggap Abai Melindungi Pengusaha Pemilik Merek Lokal

“Karena dalam kondisi harga minyak dan gas serta LNG yang lagi murah dimulai pada Maret 2020 itu, mungkin banyak berpengaruh hanya pada sektor hulu PGAS saja, yaitu terhadap aktifitas PT Saka Energi. Di hilir hanya relatif sedikit saja, karena banyak industri yang membatasi operasinya. Tetapi karena PSBB dan work from home seharusnya konsumsi gas rumah tangga semakin meningkat,” kata Yusri.

“Lazimnya sektor hilir berkontribusi besar bagi laba perusahaan. Ada pun contoh lainnya ternyata konsumsi LPG meningkat tajam dan harga jualnya tidak sepeser pun dikoreksi oleh Pertamina. Padahal CP Aramco saat itu hanya sekitar USD 250 per metrik ton. Sebelumnya CP Aramco LPG bisa mencapai USD 500 per metrik ton,” lanjut Yusri.

Baca Juga  Sentil Pernyataan Normatif Pejabat SKK Migas, CERI: Presiden Harus Evaluasi Jajaran Petinggi SKK Migas

Direksi dan komisaris tidak harmonis

Dikatakan Yusri, menurut informasi yang beredar kuat, salah satu penyebab melemahnya kinerja PGAS saat ini akibat adanya ketidakharmonisan antara sesama anggota BOD dan antara anggota BOD dengan BOC setelah RUPS PGAS pada Mei 2020 oleh Meneg BUMN.

“Yaitu atas pengangkatan Suko Hartono sebagai Dirut dan Achandra Tahar sebagai Komisaris Utama, kondisi ketidakharmonisan itu terasa kental ketika rapat-rapat BOD dengan BOC dilaksanakan, akibatnya banyak program-program jalan di tempat,” ungkap Yusri.

Pasalnya, kata Yusri lagi, kehadiran kedua figur itu bukannya membuat organisasi itu semakin solid dalam membawa visi dan misi perusahaan agar semakin baik, tetapi katanya mereka terkesan hanya membawa agenda masing-masing. Inilah yang tidak boleh terjadi, sebab akan berdampak luas terhadap kinerja perusahaan.

Baca Juga  Deputi Kementerian BUMN Apresiasi Kerjasama Garuda, Pertamina dan BPKH Tingkatkan Pelayanan Jamaah Haji

“Seperti publik ketahui, Achandra Tahar sewaktu menjabat sebagai Wamen ESDM sering membuat kebijakan yang kontroversial yang berdampak buruk terhadap masa depan sektor hulu migas nasional jangka panjang, yaitu menerapkan konsep gross split dengan merubah konsep cost recovery yang sudah diadopsi puluhan perusahaan migas di dunia. Terbukti sekarang konsep gross split telah dikoreksi oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif,” ulas Yusri.

Selain itu, kata Yusri, Achandra Tahar diduga adalah sosok di balik kebijakan perubahan harga kontrak gas menjadi lebih mahal, yang dibeli oleh PGN senilai USD 0,90 cent per MMBTU, yaitu dari harga USD 2,6 menjadi USD 3,5 per MMBTU untuk gas dari blok Coridor lapangan Grisiik Conoco Philips pada 1 Agustus 2017.

“Anehnya lagi, PGN dicekik tidak boleh menaikan harga jualnya ke PLN di Batam, apa tidak konyol ini?,” ujar Yusri.

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.