Omnibus Law Pengaruhi Regulasi Tambang Minerba, Simon Sembiring: Ini Kok Kayak Kurang Kerjaan Aja Ya…

oleh
021D1B27 7088 4101 9CDC 1C4221335875
Mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Simon F Sembiring.foto/jitunews.com

URBANNEWS.ID – Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Simon F Sembiring mengaku bingung atas keadaan pengelolaan Minerba saat ini.

“Jujur, saya sebagai anggota publik ikut bingung keadaan sekarang tentang RPP, RUU, dan Omnibus Law,” ujar pria yang membidani lahirnya Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ini kepada urbannews.id, Kamis (16/1/2019).

Simon mengatakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Minerba yang ada saat ini merupakan hal yang dipaksakan.

“Kental mengakomodir kepentingan pemilik PKP2B Generasi 1 ( PT Adaro, PT Berau Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Multi Harapan Utama, PT Kendilo Coal dan PT Tanito Harum) yang sudah dan akan berakhir masa berlakunya dengan luas melebihi 15.000 Ha, dan asetnya yang harus menjadi milik negara hanya disewa dengan murah dan menganggap semua asset Ex PKP2B sama nilainya. Padahal berbeda satu sama lain,” tutur Simon.

Lebih lanjut diungkapkan Simon, dengan dibahasnya RUU Minerba, seharusnya PP tidak perlu ada. 

“Omnibus saya juga agak heran. Kelihatannya ada perubahan draft dengan yang semula. Materinya sudah mengakomodir kepentingan PKP2B Gen merasi 1 juga,” beber Simon.

Baca Juga  Petani Jeruk Nipis di Kampar 'Ambruk', Ini Kata Sekda Yusri

Sementara itu, terkait wacana Perubahan IUPK menjadi PBPK, juga menjadi titik rancu kebijakan negara.

“Bagaimana dengan IUP? Apa menjadi PBP (Perizinan Berusaha Pertambangan)? Apa ini masalah tata bahasa atau bagaimana? Ini tidak prinsipil,” ungkap Simon.

“What it is the name? Apakah ada perubahan pengertian yang mendasar atau prinsipil? Atau hanya poles sana poles sini? Saya tidak melihat pentingnya perubahan nama itu. Hanya janggal saja, kayak kurang kerjaan,” ungkap Simon.

Simon lantas mempertanyakan, bahwa kalau Omnibus yang duluan terbit, bagaimana dengan RUU Minerba? 

“Apakah bisa menganulit isi UU Omnibus nanti? Secara hukum sih bisa, itu yang disebut lex specialist, UU yang kemudian terbit bisa menganulit UU sebelumnya,” tutup Simon.

Sementara itu, terkait hal ini, dilansir cnbcindonesia.com, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk menuntaskan rancangan undang-undang sapu jagad atau omnibus law. Salah satunya adalah omnibus law yang mengatur tentang Cipta Lapangan Kerja. 

Baca Juga  Brantas Abipraya Fokus Pasarkan Dua Hunian di Jogjakarta

Tidak banyak yang tahu, rancangan undang-undang yang mengatur banyak hal dan sektor ini juga berimbas ke sektor mineral dan batu bara. 

Dalam dokumen yang diterima CNBC Indonesia, baik berupa daftar rancangan maupun resume analisis kelompok kerja hukum perusahan tambang nasional, RUU Cipta lapangan kerja berdampak pada 24 pasal UU Minerba dan terdapat 6 pasal tambahan. 

Disebutkan juga, dengan kehadiran Omnibus Law ini, istilah IUPK menghilang atau dihapus. Terminologi IUPK berganti menjadi Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus (PBPK).

Surat KPK

Dilansir tirto.id, 20 Juni 2019, Kementerian ESDM membatalkan perpanjangan kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) yang semula diberikan kepada PT Tanito Harum pada Januari lalu. 

Menteri ESDM, Ignasius Jonan menjelaskan pembatalan itu dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang ditembuskan ke kementeriannya.  

Surat KPK tersebut meminta revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba harus mengikuti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. 

“Kami terima copy tembusan [surat] dari Ketua KPK ke Pak Presiden kalau revisi [atau] amandemen PP 23/2010 ini harus mengacu pada UU Minerba Tahun 2009. Akibat dari pada itu, PKP2B atas nama PT Tanito Harum itu tidak ada,” kata Jonan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta pada Kamis (20/6/2019). 

Baca Juga  Anak Kesayangan Rini Soemarno Terjerat Manisnya Gula

Di sisi lain, usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 yang sudah disampaikan oleh Kementerian ESDM sejak sembilan bulan lalu tidak kunjung disetujui oleh Presiden Jokowi. 

Revisi PP 23/2010 untuk memberikan landasan hukum perpanjangan kontrak pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batu bara (PKP2B) masa awal yang habis masa izinnya. Bentuk perpanjangan kontrak itu adalah penerbitan Izin Usaha Pertambangan Perpanjangan (IUPP).  

“Memang kami terbitkan [perpanjangan kontrak Tanito Harum], tapi kami batalkan atas permintaan KPK karena amandemennya [PP 23/2010] belum ada,” ucap Jonan. 

Menurut Jonan, sekalipun PP 23/2010 nanti sudah direvisi sesuai permintaan KPK, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah sebelum memperpanjang kontrak pemegang PKP2B. Salah satunya, memastikan BUMN dan BUMD menerima penawaran atas wilayah yang sudah habis masa kontraknya. “Kalau ini dilakukan tentunya banyak yang harus dikerjakan,” ujar Jonan. (hen/cnbcindonesia.com)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist