Pancasila, Toleransi atau Harmoni

oleh
563AE221 51BB 487A 82A8 0FCF0E61A13C
Ilustrasi/mediaindonesia.com

Oleh: Budi Santoso, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus)

TOLERANSI memiliki arti yang beragam tetapi tetapi secara umum diterjemahkan menjadi kemampuan untuk menerima kondisi ‘negatif’ (obat, perbuatan) tanpa intervensi tertentu. Artinya toleransi adalah sikap yang masih melihat perbedaan itu dalam konteks masih bisa diterima atau ditolak. Kemampuan ini berkaitan dengan kapasitas ‘besar atau kecil’, diterima atau ditolak dikaitkan salah dan benar, error atau correct. Toleransi berkaitan dengan kapasitas menerima salah benar sangat subjektif.

Harmoni, kombinasi atau simultan nada-nada musik, terjalinnya perbedaan menjadi satu pemikiran, ketenangan diri. Harmoni tidak melihat kapasitas, harmoni tidak melihat salah benar, harmoni tidak subyektif. Harmoni lebih melihat satu komposisi lagu, harmoni lebih melihat tujuan, harmoni bisa menjadikan orang diam atau monoton menjadi bagian dari ‘komposisi musik’ kalau bersuara pun sumbang dan monotonnya bisa mengikuti ritme ketukan. Harmoni bisa menjadi ketenangan ketika dirinya sendiri menyatu dengan lingkungan.

Toleransi hanya berlaku dalam kelompok yang mekanistis atau kelompok buatan, karena kelompok buatan karena dikaitkan dengan kapasitas dan ‘kesalahan’ artinya masih ada pihak yang disebut ‘benar’ atau disalahkan.

Baca Juga  Agun Gunandjar Berharap Sosialisasi Empat Pilar oleh MPR Lebih Inovatif

Toleransi mayoritas sangat berbeda dengan toleransi minoritas. Toleransi orang rendah diri atau minder akan berbeda dengan toleransi si percaya diri, toleransi orang bahagia akan berbeda dengan toleransi yang menderita. Toleransi orang kaya akan berbeda dengan si miskin. Toleransi yang open mind berbeda dengan yang berfikiran sempit. Toleransi yang pintar akan berbeda dengan yang goblok. Akhirnya muncul istilah Radikalis (toleransi rendah) dan pluralis (toleransi tinggi, liberal, kafir, antek Dajjal). 

Toleransi bisa menjadi ‘bara dalam sekam’ karena bara yang muncul dibiarkan dengan tindakan pura-pura tahan panas, sampai semuanya habis dan terbakar. Toleransi diperlukan “intervensi” sampai faktor tertentu kepada kelompok yang memiliki kapasitas rendah dan mau memurnikan diri.

Alam diciptakan bukan dengan toleransi, tetapi dengan harmoni, alam menjadi seimbang dan bisa bertahan ratusan dan jutaan dan milyaran tahun.

Hutan tropis bertahan ratusan juta tahun karena harmoni. Pohon besar tidak menindas pohon kecil, pohon besar menjadi inang pohon merambat, rumah dan sumber kehidupan binatang lain, ada pohon yang cantik, ada pohon yang berduri, ada pohon yang menyehatkan, ada pohon yang beracun, ada pohon yang wangi dan ada pohon yang busuk. Semuanya punya peran, semuanya ada fungsi dan hidup saling melengkapi. Circle of life adalah harmoni.

Baca Juga  Gubernur Riau Gandeng MUI, Ajak Ustadz Terus Ingatkan Jamaah Taati Protokol Kesehatan

Perkebunan, dengan tumbuhan yg “monoton” memerlukan intervensi, walaupun kelihatan indah dan produktif. Perlu pupuk, perlu antihama, perlu traktor, perlu tangan “manusia” untuk menjaga keberadaannya.

Mayoritas-minoritas, kaya-miskin, open mind-narrow mind, besar-kecil, Yin-Yan adalah harmoni sehingga peradaban dan eksistensi manusia tetap terjaga sampai hari ini.

“Khilafah” yang membuat manusia menjadi “perkebunan” tidak akan bisa bertahan karena tidak mengikuti hukum alam, walau mereka mengaku-ngaku itu dari Tuhan. (Masak Tuhan mengingkari alam yang notabene ciptaannya). Kalau ada yang bilang khilafah akan menjaga “perbedaan” itu sebenarnya hanya kuda Troya untuk mengelabuhi.

Indonesia adalah “given” keberadaannya, kepulauannya, geografinya, sejarahnya, kebudayaannya yang menjadikan suku, agama, ras dan aliran menjadi satu dan memiliki satu tujuan. Tidak mungkin dibuat “perkebunan” sehingga satu kelompok yang dibesarkan dan “menyaingi” kelompok yang kecil dan kerdil. Indonesia adalah “hutan tropis”, keberagamaannya menjadi eksistensinya, saling menguatkan, simbiosis mutualis, melengkapi, sinergi dan semuanya dalam harmoni lagu dan musik Indonesia Raya.

Baca Juga  Vivo Resmi Luncurkan V21 5G, Penuh Inovasi Video

Pancasila adalah harmoni, berbeda dalam satu tujuan, tidak ada makna toleransi dalam Pancasila. karena keberagaman dalam Pancasila tidak melihat salah benar, dan kapasitas menerima atau menolak. Kebersamaan dan setara adalah harmoni. Singapura dalam benderanya yang disimbulkan oleh lima bintang (demokrasi, kedamaian, maju, adil dan setara) karena menyadari merupakan negara dengan multi etnis, budaya, keyakinan dan kenapa mereka memisahkan diri dari Federasi Malaysia.

Indonesia sudah memiliki dasar-dasar harmoni yanf telah dibangun oleh leluhur bangsa ini sehingga menjadi bangsa bertahan ratusan tahun tetapi akhirnya tercabik-cabik ketika mau dibuat sebagai “perkebunan”, dibuat “kebun aseng asing”, “kebun pribumi”, “kebun putra daerah”, “kebun khilafah”, “kebun kafir” yang seharusnya tetep dijaga sebagai hutan Nusantara.

Indonesia akan bertahan dengan harmoninya, karena orang-orang yang bernada sumbang, bisa diam dengan menari, orang-orang yang monoton bisa menjadi bagian dari musik dengan mengikuti ketukan, diam dalam harmoni bisa menjadi kekuatan.

Hanya dengan keharmonisan, alam bertahan menjadi tempat yang layak untuk kehidupan manusia.***

Gunung Salak, Palereman Luhur

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist