Proyek EPC China

oleh
Ahmad Daryoko Koordinator Indonesia Infrastructure Watch
Ahmad Daryoko.foto/spperjuanganpln.org

Oleh: Ahmad Daryoko, Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure (INVEST)

SAYA mantan Project Director PLN Proyek  PLTU Tanjung Awar 2×350 MW (Project Director, bahasa Umumnya Pimpro/Pemimpin Proyek) di Tuban, Jatim. Setelah banyak berinteraksi dengan teman-teman alumni UGM dan ITB, terutama mereka yang bekerja di Migas, ada perbedaan prinsip dalam pengertian EPC (Engineering, Procurement, Construction). 

Dari pengalaman teman-teman yang pernah menjadi Pimpro EPC Migas, disini unsur E (Engineering) ternyata sudah komplit (preliminarry study, FS, bahkan sampai DED dan Technical Specificationnya lengkap), yang saya tangkap yang mereka tangani ini adalah EPC dalam pengertian “Turnkey Project.”

Berbeda yang saya alami, saat ditunjuk sebagai PD, saya hanya dibekali selembar kertas folio yang di atasnya ada gambar garis pantai, gambar kotak lahan Perhutani 80 ha, gambar kotak sketsa PLTU yang dilengkapi gambar empat persegi panjang lebih kecil lagi yang nempel di “bibir” pantai sebagai sketsa “on shore jetty” (dermaga batubara yang nempel pantai). Dan sedikit penyelidikan kekuatan tanah, air tanah dan semacamnya. Sudah gitu aja!

Baca Juga  Perwira Tinggi Polisi Ikut Seleksi Capim KPK, Uchok Sky: Salah Alamat !

Selanjutnya? Termasuk preliminarry, FS, AMDAL, DED, bahkan pendanaan proyek (cari pinjaman ke Bank) semuanya baru dilakukan setelah Penanda Tanganan Kontrak Proyek tersebut!

Apa yang terjadi? Karena technical specification, DED dan lainnya baru dibicarakan saat pelaksanaan, misal saya minta fondasi mesin pembangkit sebelum slab dipasang tiang pancang beton, mereka tidak mau, maunya “bore pile” yang lebih murah. Dengan alasan biaya pelaksanaan terlalu murah, dan seterusnya! Lebih-lebih ternyata bibir pantai tersebut banyak ranjau lautnya, maka mereka usulkan “off shore Jetty” (dermaga batu bara di tengah laut) diletakkan di atas “break water”. Meskipun begitu ranjau laut itu (mungkin peninggalan jaman Jepang) saya ledakkan juga satu persatu dengan minta bantuan AL.

Baca Juga  Bisnis Listrik Menurut MK

Dari kejadian di atas diketahui EPC untuk proyek PLTU PLN yang semuanya dengan bantuan China tersebut banyak kejadian diluar dugaan yang berefek pada pekerjaan tambah yang besar, dan ketidak sempurnaan fisik yang dihasilkan.

Saya cuma melihat Proyek KA Cepat  Jakarta-Bandung ini, gejalanya kok sama dengan Proyek PLTU PLN itu? Yaitu antara saat gagasan, pendanaan, perencanaan, pelaksanaan kok paralel? Bahkan Menteri KLH saat itu bilang AMDAL tidak ada studi kebencanaannya. Artinya memakai System EPC yang masih ‘mentah’ juga? Wallahua’lam bhi ash sha-wab!***

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist