IPP (Independent Power Producer)

oleh
Pembangkit Listrik
Ilustrasi Pembangkit.FOTO/ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc/18.

IPP (Independent Power Producer) ini adalah Pembangkit Listrik Swasta yang pada umumnya kerjasama antara para oknum pejabat (Presiden, Wapres, Menko, Menteri yang membawahi PLN, minimal Dirut PLN) dengan swasta Asing dan Aseng!

Mengapa kok para oknum pejabat di atas yang terlibat dalam IPP? Jawabnya jelas, karena bisnis ini membutuhkan power kekuasaan guna memaksakan kehendak untuk memakai jaringan Transmisi PLN, Distribusi, hingga Ritail PLN.

Intinya stroom listrik yang dihasilkan IPP itu hanya bisa dijual dan sampai kepada konsumen bila disalurkan lewat Transmisi, Distribusi PLN dan seterusnya! Untuk itu agar bisa gunakan Transmisi dan Distribusi milik PLN tersebut, diperlukan kekuasaan yang besar. Bahkan di era Orba hanya putra atau putri Presiden atau kroni dekatnya yang bisa bikin IPP. Sampai di sini paham?

Untuk menghilangkan kesan sewenang-wenang, maka kelakuan mereka ini dilegalkan dengan sebuah Undang Undang Ketenagalistrikan! Tetapi sekali lagi UU Ketenagalistrikan tersebut terkesan hanya formalitas. Seperti biasa, dengan menyogok DPR!

Baca Juga  Peserta Seleksi Pimpinan PTPN IV Beberkan Chat Dirut yang Mengaku Bisa Akses ke PPM Manajemen

Makanya UU Ketenagalistrikan yang ada selama ini berhasil dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Mengapa MK membatalkan UU Ketenagalistrikan itu? Karena MK menilai bahwa jaringan Transmisi, Distribusi, dan Ritail itu adalah milik Negara, milik Rakyat, sehingga tidak bisa dimiliki secara pribadi keluarga Pak Harto, keluarga Erick Tohir, JK, Luhut Binsar, Dahlan Iskan dan seterusnya.

Menurut MK, kalau para pejabat itu atau siapa pun mau bisnis listrik, ya harus bikin pembangkit sendiri, bikin transmisi sendiri, bikin jaringan distribusi sendiri, bikin jaringan ritail sendiri. Jangan ngacak-acak milik PLN! Mentang-mentang berkuasa!

Apalagi seperti sekarang pembangkit-pembangkit PLN sebesar 15.000 MW di Jawa-Bali ini ‘ditendang’ untuk memberi kesempatan pembangkit IPP Asing dan Aseng itu! Aneh, jaringan transmisi, distribusi PLN yang dipakai para ‘perompak’ itu, sementara pembangkit PLN ‘ditendang’!

Kalau ditanya apa dasar hukumnya? Katanya UU Ketenagalistrikan. Padahal pasal-pasal UU Ketenagalistrikan yang menguntungkan para ‘perampok’ transmisi PLN tersebut sudah dibatalkan oleh MK pada 2016! Sayangnya belum ada pasal-pasal untuk menghukum para pelanggar putusan MK tersebut!

Baca Juga  Ironi Industri Nikel Nasional: Menggugat Eksploitasi Cadangan Nikel Pro Konglomerat dan Asing (Bagian-1)

Sementara orang-orang PLN pasti harus mengikuti para petinggi mereka seperti Menteri BUMN Erick Thohir, Menko Investasi Luhut Binsar, mantan Wapres JK, mantan Dirut PLN Dahlan Iskan, yang merupakan ‘sekondan-sekondan’ IPP! Diacak-acak transmisinya pun orang PLN tidak bisa apa-apa, daripada dipecat atau minimal ‘digeser’?

Di sinilah mengapa IPP itu memerlukan campur tangan pejabat! Silahkan cek seluruh IPP yang ada di Indonesia , tidak ada yang murni IPP. Tetapi pasti ada minimal ‘benang merahnya’ ke oknum-oknum di atas. Karena tanpa ‘menjajah’ jaringan Transmisi dan Distribusi PLN, mereka tidak bisa jualan stroom ke konsumen atau rakyat!

Yang lebih parah lagi jaringan ritail PLN malah sudah dijual ke Tomy Winata dan kawan-kawan dan perusahaan pribadi mantan Dirut PLN itu. Oleh salah satu ‘oknum’ Dirut PLN waktu itu!

Saya pikir Presiden Jokowi akan tampil beda dengan Rezim Orba. Karena saat kampanye teriakkan Nawa Cita yang merupakan konsistensi terhadap Ideologi Etatisme yang menjiwai Panca Sila dan UUD 1945.

Baca Juga  Transformasi PLN Power Beyond Generation?

Ehh… ternyata sama saja. Bahkan oknum Menko atau Menterinya tambah liar dari tidak pegang amanah pasal 33 ayat (2) UUD 1945, meskipun UUD 1945 sudah diamandemen, tapi pasal ini masih ada dan menjadi pegangan MK, yaitu cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai Negara, dan malah menyerahkan operasional PLN ke LBP, keluarga Erick, Dahlan Iskan, JK dan lain-lain bersama Asing dan Aseng!

Kesimpulannya, operasional IPP melawan putusan MK No 111/PUU-XIII/2015 tanggal 29 September 2016! Atau melawan Konstitusi! Ingat, konstitusi adalah kesepakatan seluruh rakyat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara! Dan saat ini diacak-acak segelintir oknum pejabat di atas yang ‘main mata’ dengan Asing dan Aseng! Hayo bangkit! Lawan! Allahuakbar!***


Jakarta, 27 April 2020

Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.