Mengapa Ada Program Subholding PLN?

oleh
BE7D5D2B B6D4 4320 A29F 7E2A82DD5697

DALAM konsep The Power Sector Restructuring Program (PSRP) antara point 40 – 50 diuraikan prinsip perlunya Subholding di area Jawa-Bali (sedang untuk Luar Jawa – Bali  menyesuaikan saja, apapun bentuknya karena akan diserahkan ke Pemda ke depannya). 

Subholding ini perlu dibentuk guna mereduksi peran PLN Holding Jawa-Bali, setelah wilayah ini kondisi Unbundling-nya sudah massive. 

Seperti saat ini meskipun daya terpasang pembangkit PLN Jawa-Bali sebesar 31.151,42 MW (Laporan Statistik PLN 2021), namun sesuai Seminar PP IP dan SP PJB pada 22 Juli 2020 pembangkit PLN yang beroperasi saat itu hanya sekitar 3.000 MW (dan diperkirakan makin terdesak atas kehadiran pembangkit IPP) akibat kebijakan “Merit System” dari Menteri BUMN sesuai arahannya pasca dilantik sebagai Menteri BUMN (Jawa Pos 16 Mei 2020 ). 

Baca Juga  FSPBB dan SP PLN Group Minta Presiden Batalkan Rencana Holdingisasi serta IPO Anak Usaha Pertamina dan PLN

Dalam kondisi seperti di atas PLN Holding masih ada aktifitas administrasi untuk menangani pembangkit terkait masalah PPA, TOP dan sebagainya. Begitu pula masih ada urusan administrasi terkait pemeliharaan Transmisi dan Distribusi. Sehingga dalam konsep awal PSRP dibentuk Subholding (bukan anak perusahaan karena memang untuk mereduksi fungsi Holding) yaitu:

1. Perusahaan Listrik Jawa-Bali (PLJB) yang meng “handle” urusan Administrasi Pembangkit dan Distribusi. Yang saat ini disebut Subholding Genco dan Subholding Beyond Kwh.

2. Perusahaan Transmisi Jawa-Bali (PTJB), yang meng “handle” urusan Transmisi serta Pusat Pengatur Beban (P2B).

Saat ini yang baru ‘disentuh’ oleh Konsultan McKinsey adalah masalah butir (1) yaitu Subholding Pembangkit (Subholding Genco) dan Subholding Distribusi (Subholding Beyond Kwh). Sedang butir (2) Subholding Transmisi (yang melepas P2B sebagai Power Purchase Pool) belum dikerjakan. 

Baca Juga  Rakyat yang Sedang Terkoyak, Sebuah Renungan Menjelang Hari Kemerdekaan RI

Bila subholding transmisi sudah terbentuk maka MBMS di Jawa-Bali otomatis berlangsung! Selanjutnya PLN Jawa-Bali bubar, dan PLN Luar Jawa-Bali berubah menjadi PLW (Perusahaan Listrik Wilayah) dan selanjutnya diserahkan Pemda setempat!

Holdingisasi

Disamping ada Program Subholding ada juga Program Holdingisasi yang berfungsi mengalihkan pembangkit PLN keluar dari instansi PLN, antara lain :

a). Holdingisasi yang mengalihkan pengelolaan PLTP seperti PLTP Gunung Salak, Kamojang, Lahendong, Drajad dst ke Pertamina.

b). Holdingisasi yang mengalihkan PLTA Saguling, Cirata, Mrica dll ke Kementerian PUPR (Jatilluhur dll).

c). Holdingisasi yg mengelompokkan PLTU2 “mangkrak” untuk dijual secara “strategic sales” (contoh PLTU Pelabuhan Ratu ke PT. BA).

Kesimpulannya, provatisasi PLN secara merangkak tetap berjalan atas jasa para Oligarkhi Peng Peng seperti Luhut BP, JK, Dahlan Iskan dan Erick Tohir.

Baca Juga  Apa Kontribusi BI dan OJK Terhadap Perubahan Iklim?

Kondisi terakhir privatisasi/penjualan asset PLN adalah terjadinya MBMS, yang pada akhirnya saat terjadi beban puncak atau “peak load” akan dipermainkan Kartel Liswas dengan menaikkan tarif listrik sampai 10 kali lipat (contoh Kamerun 1999, yang berakibat Revolusi).

Saran kami, hanya satu kata, lawan! Merdeka!***

Magelang, 3 November 2022

Ahmad Daryoko

Koordinator INVEST

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.