Pakar Migas Ungkap Solusi Jitu Atasi Ketergantungan Impor LPG Indonesia

oleh
IMG 8919
Ilustrasi infrastruktur Jargas. foto/kompas.com

JAKARTA – Kegalauan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang mengungkapkan Indonesia sangat tergantung impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk kebutuhan dalam negeri, memang sangat perlu dicarikan solusi konkrit untuk jangka panjang agar bisa mengatasi ketergantungan impor LPG tersebut.

Menurut Bahlil, Senin (7/10/2024), ketergantungan itu sangat memprihatinkan karena konsumsi dalam negeri sebesar 8 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi dalam negeri cuma 1,7 ton per tahun. Jadi, Indonesia terpaksa impor 6 – 7 juta ton pertahun.

Ke depan, kata Bahlil, Indonesia harus membangun kilang LPG. Akan tetapi, sumber gasnya banyak tidak mengandung C3 (Propane) dan C4 (Butane).

Terkait gagasa Bahlil itu, memang bisa dilaksanakan jika bahan baku gasnya banyak mengandung unsur C3 dan C4 . Jika tidak, maka akan sulit dilaksanakan.

Baca Juga  Polisi Masih Memeriksa Dugaan Tambang Ilegal di Rohil

Menyoal ketergantungan LPG sebagai sumber energi masyarakat tersebut, seorang Pakar Migas yang pernah berkarir di SKK Migas pada 26 Juni 2024 lalu, dalam sebuah wawancara dengan PARES, sebuah lembaga analis resiko dan penyelesaian politik berbasis di Yogyakarta bekerjasama dengan Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, mengungkapkan gagasan yang cukup menarik.

Menurut Pakar Energi itu, Pemerintah Indonesia harus segera mencari akar permasalahan kenapa rakyat Indonesia mesti mengkonsumsi LPG. Hal ini menurutnya penting ditelaah untuk mengurai persoalan ketergantungan LPG yang kemudian dikeluhkan Menteri Bahlil tersebut.

“Pertanyaannya, gimana mau bangun kilang LPG kalau bahan baku gasnya tidak ada unsur C3 dan C4. Harusnya yang dicari akar permasalahannya, kenapa kita mesti konsumsi LPG?,” ungkap Pakar Migas itu.

Baca Juga  Buka Munas III Himpunan Pengusaha KAHMI, Ketua MPR RI Bamsoet Ajak Tingkatkan Pemberdayaan UMKM

Lebih lanjut, Pakar Migas ini memaparkan, setelah adanya temuan cadangan-cadangan gas alam besar di tanah air, diperkirakan pada 2032 akan terjadi over supply gas alam di tanah air.

“Gas alam tersebut lah yang seharusnya menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.

Penggunaan gas alam sebagai pengganti LPG, saat ini sudah diterapkan pada program jaringan gas (Jargas). Program ini memang baru menyentuh masyarakat perkotaan di sejumlah kota di tanah air.

“Ke depan, secara perlahan Jargas inilah yang diharapkan bisa menggantikan LPG dan memenuhi komitmen Indonesia mengurangi emisi, karena gas alam merupakan energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan,” ungkap Pakar Migas ini.

Baca Juga  CBA Desak KPK Segera Panggil dan Periksa Gubernur Ganjar Pranowo Terkait Mega Proyek Gedung DPRD Jateng

Meski demikian, temuan cadangan gas alam berjumlah besar di tanah air itu masih membutuhkan infrastruktur jaringan pipa yang menghubungkan mulai dari ujung Pulau Sumatera hingga ke Pulau Jawa dan Bali, termasuk Kalimantan, Papua dan Maluku.

“Saat ini jaringan gas ini masih terputus di Cirebon dan Semarang atau disingkat Cisem. Jika Cisem 2 ini sudah tersambung, maka dari mana pun temuan gas alam, bisa dikirim ke mana pun di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, dan bisa dimanfaatkan untuk mengurangi banyak impor LPG dan  meningkatkan kesejahteraan masyarakat kita,” pungkas Pakar Migas tersebut.

Oleh sebab itu, Pakar Migas ini pun menyarankan infrastruktur tersebut perlu sesegera mungkin dibangun baik sebagai penugasan kepada BUMN maupun kepada swasta. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.