Tupoksi BPI Danantara di RUU BUMN Dinilai Hanya Bikin Birokrasi Tambah Panjang

oleh
IMG 0325

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto diketahui pada Oktober 2024 lalu telah membentuk sebuah badan pengelolaan investasi yang diberi nama Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Adapun Presiden Prabowo berkeinginan agar BPI Danantara  nanti dapat mengelola investasi di Indonesia yang lebih luas dari anggaran pemerintah, tujuannya adalah untuk memaksimalkan pengelolaan aset negara berskala besar dengan koordinasi yang lebih baik.

Dasar pembentukan BPI Danantara sendiri berawal dari adanya target ekonomi selama lima tahun ke depan. Dimana di dalam target tersebut, ekonomi Indonesia diharapkan telah tumbuh tinggi, berkualitas dan bersifat inklusif.

Presiden Prabowo ingin kehadiran BPI Danantara dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yakni dengan mengoptimalkan kekayaan negara. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.

BPI Danantara tidak serta merta lahir begitu saja, namun akan didukung oleh adanya dasar hukum yang melandasinya. Dasar hukum tersebut berupa revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara.

Dasar hukum inilah yang akan memperkuat kehadiran BPI Danantara. Keberadaan dasar hukum ini dapat mendukung wewenang BPI Danantara sebagai badan pengelola investasi pemerintah secara independen, sehingga bisa beroperasi secara maksimal. 

Setelah sekian lama berjalan di tempat, kini payung hukum BPI Danantara tersebut tengah dibahas di DPR. Jika dapat segera disahkan, maka BPI Danantara akan memiliki payung hukum yang memperjelas posisi entitas ini dalam pengelolaan aset perusahaan negara.

Baca Juga  Wamankeu Uraikan Berbagai Terobosan dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022

Pemerintah dan DPR sepakat untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam agenda Rapat Tingkat II Paripurna DPR RI yang menurut rencana berlangsung pada Selasa (4/2/2025) ini untuk disahkan menjadi UU.

Banyak poin penting dalam draf pembahasan ini berkaitan dengan pembentukan BPI Danantara. Ketentuan ini dinanti lantaran bakal menentukan nasib pengelolaan puluhan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di masa depan. 

Merujuk salinan draf RUU yang dibahas DPR dan pemerintah pada pertengahan Januari, nomenklatur BPI Danantara tertulis dalam draf Pasal 1.

“Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, selanjutnya disebut Badan adalah lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,” demikian bunyi Pasal 1 poin 23 seperti tertulis dalam dokumen draft RUU BUMN.

Ketentuan lebih rinci mengenai pengelolaan Danantara Badan Pengelola Investasi diatur dalam BAB 1C pasal 3D sampai dengan 3Z.

Berdasarkan draf RUU terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari BPI Danantra, yakni; Pasal 3U yang menyatakan Badan Pelaksana Pengelola Investasi berwenang: [DIM 253] ; 1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan Badan; 2. Melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional Badan; 3. Menyusun dan mengusulkan remunerasi dari Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana kepada Dewan Pengawas; 4. Menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama (key performance indicators) kepada Dewan Pengawas; 5. Menyusun struktur organisasi Badan dan menyelenggarakan manajemen kepegawaian karyawan badan.

Baca Juga  Puan Dukung Penutupan BUMN Sakit yang Habiskan Uang Rakyat

Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Selasa (4/1/2025), jika dilihat dari draft tersebut, maka Tupoksi dari BPI Danantara itu lebih mengarah kepada perumusan kebijakan semata, bukan lagi sebagai badan pengelola yang mengeksekusi kebijakan, aroma kental intervensi bandit politik dengan oligarkhi tercium kental dari isi DIM yang dibahas oleh Pemerintah dan DPR.

“Hal ini jelas akan menambah panjang jalur birokrasi lagi. Panjangnya jalur birokasi ini akan terjadi misalnya saja untuk menentukan investasi, divestasi atau penjualan asset di BUMN,” ungkap Yusri.

“Kita ambil contoh di PT Pertamina, jika mau investasi atau divestasi, alurnya harus konsultasi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) ke DPR. Lalu sebelum ke DPR, Direksi harus minta persetujuan ke BOC, baru kemudian ke BPI Danantara. Kemudian ke Kementerian BUMN, lalu konsultasi ke DPR. Begitu disetujui, kondisi market sudah berubah, tentu saja akan mempengaruhi kondisi perusahaan nanti. Peran direksi pun akan terkerdilkan karena tidak berani mengeksekusi kebijakan perusahaan,” ulas Yusri.

Baca Juga  Data Center Energi Biru dan Ramah Lingkungan Hadir di Indonesia

Yusri melanjutkan, hal lainnya yang menjadi sorotan adalah pada pasal 3D ayat (4) yang menyatakan bahwa Danantara nantinya akan diawasi oleh menteri dan melaporkan kepada Presiden. Sedangkan ayat (5) pasal 3D menyatakan dalam rangka memastikan kontribusi dividen untuk pengelolaan investasi, Menteri dapat menempatkan perwakilannya di Badan.

“Hal ini jelas menunjukan tidak adanya independensi BPI Danantara ke depannya. Pasalnya Kementerian BUMN dapat menempatkan Komisaris Utama Holding Investasi sebagai perwakilan dari Kementerian BUMN. Akibatnya setiap perubahan direksi, investasi atau divestasi, Holding Investasi ini harus ada persetujuan Kementerian BUMN,” ungkap Yusri.

Berdasarkan draft tersebut, kata Yusri, poin-poin tersebut jelas melenceng dari keinginan Presiden Prabowo Subianto yang berharap menjadikan BPI Danantara sebagai superholding BUMN seperti Temasek (Singapura) atau Khazanah (Malaysia).

“Dimana pengelolaan bisnis perusahaan tidak boleh bercampur aduk dengan pemerintahan. Urusan bisnis perusahaan bukan urusan pemerintah, sehingga perlu entitas terpisah dari birokrasi yang mengelola bisnis-bisnis tersebut. Dengan dikelola terpisah pemerintah bisa lebih fokus pada perannya sebagai pembuat kebijakan dan regulasi, bukan ikut campur dalam bisnis,” pungkas Yusri.(*)

Tentang Penulis: Hengki Seprihadi

Gambar Gravatar
Professional Journalist

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.