Tak Temukan Anggaran Pembangunan Ibu Kota Negara di APBN, PNKN Ajukan Uji Formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi

oleh
3443E5D3 11C5 47B1 9C44 9C3D4EEF0BB9

JAKARTA, URBANNEWS.ID – Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) menyatakan akan mengajukan Uji Formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi terkait pembentukan Undang Undang Ibu Kota Negara (IKN) dengan poin-poin argumentasi antara lain pembentukan UU IKN tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan.

Demikian diungkapkan Koordinator PNKN, Dr. Abdullah Hehamahua dan Dr. Marwan Batubara dalam siaran pers yang diterima urbannews.id, Rabu (2/2/2022).

Diketahui, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) telah resmi disahkan menjadi undang-undang (UU) yang disepakati dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (18/1/2022). UU IKN terdiri dari 11 BAB dan 44 Pasal yang memuat segala urusan terkait pemindahan ibu kota. 

Hal-hal yang diatur di antaranya berkaitan dengan wilayah, rencana induk, penyelenggara pemerintahan oleh otorita IKN, pembagian wilayah, penataan ruang, pemindahan ibu kota, pendanaan dan pengelolaan anggaran partisipasi masyarakat.

“UU IKN tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan. Hal ini karena rencana IKN tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019. IKN mendadak muncul baru dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun meskipun demikian, anggaran IKN tidak pernah ditemukan dalam Undang-Undang  Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022,” ungkap Koordinator PNKN.

Baca Juga  Wakil Ketua MPR: Kita Makin Jauh dari Kedaulatan Pangan

Selain itu, PNKN menyatakan UU IKN dalam Pembentukan tidak benar-benar memperhatikan materi muatan karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana.

“Bahwa dari 44 Pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana. UU IKN tidak secara detail mengatur mengenai administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih sangat bersifat makro dalam mengatur hal-hal tentang IKN. Ragam materi yang didelegasikan dalam 13 perintah pendelegasian dalam UU IKN diatas seharusnya menjadi materi muatan yang diatur dalam level undang-undang, karena bersifatnya yang strategis,” ungkap Koordinator PNKN lagi.

Lebih lanjut, PNKN menyatakan UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

“Oleh karena IKN merupakan materi yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945, maka setiap kebijakan yang berkaitan dengan IKN mestinya dirumuskan secara komprehensif dan holistik. Kebijakan pemindahan IKN tidak mempertimbangkan aspek sosiologis kondisi nasional dan global yang tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang dari waktu ke waktu trenya masih cukup tinggi,” ungkap Koordinator PNKN.

Baca Juga  Cegah Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, Puan: Relasi Kuasa Bisa Diputus dengan Penerapan UU TPKS

Selain itu, PNKN juga menyatakan UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan.

“Bahwa berdasarkan hasil survei dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), 19 Desember 2021, sebanyak 61,9% Orang Tidak Setuju Ibu Kota Pindah. Pemborosan anggaran menjadi alasan utama mengapa responden tidak setuju. Ada 35,3% responden yang tidak setuju yang menjawab hal tersebut. Sementara itu, 18,4% menganggap lokasi yang dipilih kurang strategis dan 10,1% responden menilai fasilitas Jakarta sudah memadai. Kemudian 5,6% responden mengkhawatirkan utang yang akan bertambah jika pemindahan ibu kota benar terjadi. Selain itu 4,7% responden merasa pemindahan ibu kota dapat mengubah sejarah atau nilai historis,” beber Koordinator PNKN.

Lebih lanjut, PNKN menyatakan Pembentukan UU IKN minim partisipasi masyarakat.

“Dari 28 tahapan atau agenda pembahasan RUU IKN di DPR, hanya ada tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses. Sedangkan 21 agenda lainya informasi dan dokumenya tidak dapat diakses publik. Pembentukan UU IKN yang dibahas sejak 03 November 2021 hingga 18 Januari 2022 hanya memakan waktu 42 hari. Tahapan ini tergolong sangat cepat untuk pembahasan sebuah RUU yang berkaitan dengan IKN yang sangat strategis dan berdampak luas,” ungkap Koordinator PNKN.

Baca Juga  Moeldoko: Pemerintah Terus Mendorong Terwujudnya HET Garam

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PNKN menyatakan memohon agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 juncto Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, berkenan memeriksa dan memutus permohonan PNKN yang antara lain agar MK menyatakan pembentukan Undang-Undang IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selain itu, PNKN memohon MK memutuskan menyatakan Undang-Undang IKN tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan memerintahkan pemuatan putusan MK itu dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

Dalam mengajukan permohonan Uji Formil UU IKN tersebut, PNKN memberi kuasa penuh kepada Tim Lawyer yang dipimpin oleh Vikto Santoso Tandiasa S MH, dengan didukung oleh Wirawan Adnan SH MH, Bisman Bachtiar SH MH, Djudju Purwantoro SH, Harseto Setyadi Rajah SH dan Eliadi Hulu SH.(rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.