CERI Prihatin Atas Lambatnya Respon Pemerintah Aceh atas Desakan Mahasiswa tentang Penutupan Tambang Ilegal PT BMU

oleh
IMG 4586

JAKARTA – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyatakan keprihatinan atas tidak tegas dan lambatnya respon Pemerintah Aceh atas desakan masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Aceh (KRA) yang telah berdemo di kantor Gubernur Aceh pada Kamis (24/8/2023).

Diberitakan berbagai media, massa KRA menuntut penutupan tambang PT Beri Mineral Utama (BMU) yang nyata-nyata telah merusak lingkungan serta telah melanggar sejumlah Undang Undang (UU).

“Menurut temuan kami, kegiatan menambang emas oleh PT BMU setidaknya telah melanggar UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA,” ungkap  Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Jum’at (25/8/2023) di Jakarta.

Yusri membeberkan, pada pasal 150 ayat 1 dan ayat 2 UUPA, disebutkan tegas bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dilarang mengeluarkan izin pengusahaan hutan di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), apalagi izin tambang, sangat dilarang.

“Faktanya, sekitar 90 persen lokasi IUP PT BMU ternyata masuk dalam KEL, jadi jelas kesalahan mendasar telah terjadi sejak IUP ini diterbitkan pada tahun 2012 oleh Bupati Aceh Selatan yang saat itu dijabat oleh Husin Yusuf dan Gubernur Aceh kala itu dijabat oleh Irwandi Yusuf,” ungkap Yusri.

Baca Juga  Presiden ke Blok Rokan, CERI Heran Tak Ada Sosok Arifin Tasrif dan Dwi Soetjipto Bersama Jokowi

Lebih lanjut Yusri membeberkan, menurut penelusuran CERI terhadap akta pendirian PT BMU pada sistem AHU Kementerian Hukum dan HAM RI, pada saat  IUP PT BMU diterbitkan, terdeteksi ada nama Teguh Agam Meutuah dan Khartiwi Ben Daud sebagai pemegang saham PT BMU.

“Kedua nama ini tak asing lagi, yakni putra dan ajudan Irwandi Yusuf,” tegas Yusri.

Jadi, kata Yusri, pernyataan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Marthunis di depan para demonstran yang dianggap tidak tegas dan terkesan membela PT BMU itu telah memancing ketegangan menjurus ricuh dari sejumlah peserta demo tersebut.

“Pernyataan Marthunis itu pun terkesan kompak dengan pengurus PT BMU, Hj Latifah Hanum yang pernah menyampaikan juga ke kami bahwa pencemaran terjadi akibat ada penambang emas ilegal lainnya di daerah tersebut,” beber Yusri.

Sehingga, lanjut Yusri, eskalasi ketegangan antara massa KRA dengan aparat kepolisian harus cepat diredam dengan sikap tegas Pemerintah Aceh dengan menutup secara permanen tambang emas yang dilakukan secara ilegal oleh PT BMU”, ungkap Yusri. 

Sebelummya, beber Yusri lagi, pada 21 Agustus 2023, dua tokoh pemuda Kluet Tengah, Sutrisno dan Jumra Adina telah dipanggil oleh Satreskrim Polres Aceh Selatan dengan sangat cepat dan hanya berdasarkan laporan Hj Latifah Hanum sendiri pada 18 Agustus 2023. Kedua tokoh dipanggil dengan sangkaan perbuatan tidak menyenangkan ketika kelompok masyarakat di Kluet Tengah sedang melakukan demo di lokasi tambang PT BMU dan kantor Kecamatan Kluet Tengah pada 17 Agustus 2023 lalu.

Baca Juga  Kilang Pertamina International Klaim Proses Bisnis Efisien, CERI: Kalo Gitu Banyak Duit Dong? Kok Proyek RDMP Kilang Megap-megap?

“Demo besar di Banda Aceh ini malah mengingatkan kami atas tulisan Redaksi AJNN sebelumnya  dengan judul Di Sini Senang, di Sana Tak Senang pada 21 Agustus 2023. Catatan Redaksi AJNN menyatakan bahwa meneruskan proses hukum terhadap dua tokoh Kluet Tengah itu sama dengan menyiramkan bensin ke tumpukan api,” ungkap Yusri.

Namun, kata Yusri, CERI sangat mengapresiasi sikap peduli mahasiswa Ar Raniry dan Abulyatama Banda Aceh yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Aceh (KRA) yang telah tegas terhadap praktek tambang ilegal yang merusak lingkungan.

Menurut Yusri, sikap protes terhadap praktek tambang yang melanggar UU oleh masyarakat atau mahasisawa wajib didukung sepenuhnya, asal dalam menyampaikan tuntutannya tidak melanggar aturan dan tidak mau dibenturkan dengan polisi, serta dilakukan dengan santun, tanpa tindakan anarkis.

“Sebab semua sumber daya alam yang ada itu harusnya dikelola sebaik baiknya untuk mensejahterakan rakyat, khususnya rakyat Aceh,  bukan mensejahterakan segilintir orang saja, jadi sudah benar gerakan mahasiswa itu dan kami mendukungnya” kata Yusri. 

Baca Juga  CERI Pertanyakan Isi Surat Klarifikasi Sekper PT WIKA Tbk Kepada Bursa Efek Indonesia soal Apartemen Tamansari Semanggi

Rakyat Menilai Pemimpin

Yusri melanjutkan, pendemo tak perlu memaksa Pj Gubernur harus menemui mereka untuk mendengar dan memastikan tuntutannya dilaksanakan.

“Sebab, jika Pj Gubernur Aceh benar-benar ingin membangun Aceh untuk rakyat Aceh, harusnya dia yang mencari pendemo untuk mendengar apa menjadi aspirasi rakyat, jadi biarkan rakyat Aceh menilai mana pemimpin yang benar memikirkan nasib rakyatnya atau hanya memikirkan sponsornya,” kata Yusri.

Meski demikian, Yusri mengatakan, pihaknya berharap Pj Gubenur Aceh, Ahmad Marzuki segera memerintahkan anak buahnya untuk mencabut segera izin tambang PT BMU dan berkoordinasi dengan Polda Aceh untuk melakukan proses penegakan hukum atas pelanggaran tambang emas meski pun izin hanya menambang biji besi.

“Sudah sejak lama dari segala lapis masyarakat telah menolak aktifitas penambangan PT BMU ini, termasuk anggota DPRA hingga aktifis lingkungan dan tambang serta masyarakat setempat, jejak digitalnya cukup banyak,” timpal Yusri.

Akhirnya, kata Yusri, timbul pertanyaan kritis dari banyak orang mengapa bisa terjadi pembiaran sebegitu lama terhadap praktek ilegal.

“Atau apakah memang Pemerintah Aceh lemah dalam penegakan hukum atas pelanggaran yang terjadi yang telah menjadi kewenangan untuk menegakkan hukum?,” pungkas Yusri. (CERI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.