BAKU – PT Pertamina (Persero) mulai membuka peluang bisnis karbon dalam mengadaptasi semangat transisi energi untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060. Pertamina Manfaatkan Proyek Carbon Market Untuk Kejar Target NZE. CEO Pertamina New and Renewable Energy, John Anis dalam sesi panel di COP 29, Baku, Azerbaijan mengatakan Pertamina punya sejumlah strategi untuk pengembangan bisnis karbon.
Dalam paparannya, John menyoroti potensi besar dari perdagangan karbon bagi perusahaan energi dan manfaatnya yang signifikan bagi lingkungan.
Indonesia memiliki potensi yang tidak kalah besar. Salah satunya melalui solusi berbasis teknologi energi terbarukan serta proyek konservasi mangrove yang dilakukan Pertamina bekerja sama dengan mitra strategis.
“Kami memiliki dua pendekatan utama dalam perdagangan karbon: yang pertama adalah solusi berbasis teknologi, seperti energi terbarukan yang telah kami kembangkan. Di sisi lain, ada solusi berbasis alam, di mana kami berkolaborasi dengan mitra strategis dalam berbagai proyek, seperti konservasi mangrove, yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk diformulasikan ke dalam bentuk kredit karbon,” kata John.
Dengan permintaan yang terus meningkat dan proyeksi harga karbon yang semakin kompetitif di pasar global, termasuk Indonesia, John menekankan bahwa potensi perdagangan karbon di masa depan sangat menjanjikan.
“Pasar karbon di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang, terutama ketika pemerintah mulai memperkenalkan mekanisme penyimpanan karbon secara lebih luas di tahun-tahun mendatang,” tambahnya.
Komitmen Carbon Market
PNRE juga menunjukkan komitmennya dalam mengurangi emisi domestik melalui berbagai inisiatif, seperti efisiensi energi di seluruh unit operasionalnya, eliminasi rutinitas zero flaring, dan penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Utilization and Storage/CCUS).
“Ini bukan hanya tentang memenuhi target, tetapi bagaimana kami bisa menciptakan bisnis yang selaras dengan masa depan rendah emisi dan mendukung transisi energi yang berkelanjutan, ” kata John.
Dalam kolaborasinya dengan mitra internasional seperti ExxonMobil dan perusahaan Jepang, PNRE juga fokus pada pengembangan proyek penyimpanan CO2, dengan memanfaatkan reservoir minyak dan gas yang sudah tidak aktif di Indonesia.
Ia menjelaskan, potensi penyimpanan karbon ini mencapai hingga 5 gigaton CO2, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi besar bagi pengurangan emisi Indonesia di masa depan.
John juga menyoroti pentingnya kontribusi perusahaan dalam mendukung berbagai acara net zero melalui kompensasi kredit karbon dan mengadopsi sertifikasi net zero untuk kegiatan internal.
“Generasi muda sekarang semakin peduli dan ingin berkontribusi dalam pengelolaan risiko lingkungan. Langkah ini membuktikan bahwa Pertamina tidak hanya berfokus pada keberlanjutan bisnis, tetapi juga pada masa depan yang lebih hijau,” tutupnya.
Dengan berbagai langkah tersebut, Pertamina menunjukkan posisinya sebagai pemimpin di industri energi yang berkomitmen pada bisnis berkelanjutan dan berperan aktif dalam upaya global mengurangi emisi karbon.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Sementara itu sebelumnya,
PT Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku Subholding Upstream Pertamina terus menjajaki beragam peluang kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kinerja perusahaan serta keberlanjutan bisnis. Kali ini PHE melaksanakan penandatanganan Pre-Liminary Agreement dengan ExxonMobil didalam salah satu agenda kegiatan Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA CONVEX) ke-48 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD City.
Pre-Liminary Agreement tersebut ditandai dengan penandatanganan yang dilakukan langsung oleh Senior Vice President Business Development ExxonMobil Indonesia, Egon van der Hoeven, dengan Direktur Pengembangan & Produksi, Awang Lazuardi, Rabu (15/05). Turut hadir untuk menyaksikan penandatanganan antara lain Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, President of ExxonMobil Low Carbon Solutions Asia Pacific, Irtiza Sayyed, dan President of ExxonMobil Indonesia, Carole Gall.
Pre-Liminary Agreement ini merupakan salah satu perjanjian turunan dari Head of Agreement (HoA) antara pihak ExxonMobil – Pertamina – PHE yang telah dilaksanakan pada tahun 2022 lalu.
Melalui penguatan kerja sama ini, PHE dan ExxonMobil akan mematangkan dan menyiapkan rancangan model komersial untuk pengembangan hub CCS/CCUS regional di wilayah kerja PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE OSES) dengan potensi untuk menyimpan CO2 domestik dan internasional melalui Asri Basin Project CCS Hub yang berada di Wilayah Kerja PHE OSES.
“Sebagai bagian dari studi yg sedang dilakukan bersama, PHE dan ExxonMobil (esso Indonesia) akan melakukan pengeboran Appraisal dalam rangka pengambilan data yang nantinya data tersebut akan menjadi acuan untuk pengembangan CCS Hub Asri Basin,” terang Awang.
Pre-Liminary Agreement ini berisikan tentang kegiatan pendahuluan sebelum pengeboran Appraisal well dilakukan. Sebelumnya, Studi bersama Pertamina dan ExxonMobil berhasil menemukan potensi penyimpanan karbon dioksida (CO2) dengan kapasitas hingga 3 giga ton yang ditemukan di lapangan migas Pertamina dengan nilai investasi mencapai USD 2 billion. Kapasitas penyimpanan CO2 besar ini mampu untuk menyimpan secara permanen CO2 emisi seluruh Indonesia pada rata-rata saat ini, hingga 16 tahun ke depan.
Pengembangan CCS Hub Asri basin Bersama ExxonMobil merupakan potensi penyimpanan CO2 dan merupakan peluang bisnis baru dalam program Dekarbonisasi di Asia tenggara. Atas dasar itulah Pertamina dan ExxonMobil memperkuat kerja sama pengembangan CCS Hub Asri Basin dalam rangka upaya penurunan emisi karbon sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi melalui investasi, pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi negara.(*)